Jakarta, VIVA - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mengatakan penggunaan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) memerlukan sikap bijaksana untuk kepentingan bersama, khususnya pekerjaan yang berhubungan dengan pemerintahan.
"AI itu dahsyat, tapi kita hands on. Kita full control of AI tadi, itu penting," kata Bima pada acara "Internalisasi Ber-AKHLAK: Menuju Kemendagri Ber-AKHLAK" di Jakarta, Kamis.
Dalam keterangan yang diterima, Bima mengingatkan AI bukanlah segalanya. AI akan banyak mengancam berbagai pekerjaan di pemerintahan, tetapi AI tidak bisa berpikir dan memutuskan berdasarkan kompleksitas yang tinggi.
Kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Bima memberi contoh AI tidak bisa menjawab bagaimana cara berkomunikasi dengan forum koordinasi pimpinan daerah (Forkopimda), menyelesaikan soal-soal pimpinan tertentu yang rumit, atau membentuk pemerintahan yang humanis.
"Wisdom tidak berasal dari AI, Bapak/Ibu. Wisdom berasal dari jam terbang dan pengalaman. Itu penting. Yang kedua, jangan berharap inovasi dari AI--enggak bisa, Bapak/Ibu. AI itu bagaimanapun itu datanya dari kita. Pattern-nya itu dari kita,” ujarnya.
Dia mengakui AI memang luar biasa tetapi kendalinya tetap pada manusia. Ia mendorong agar jangan dikuasai AI, tapi sebaliknya, menguasai AI.
AI bisa membantu dalam membangun budaya pelayanan yang lebih baik. Pelayanan ini terutama hadir dari para pegawai di lingkungan Kemendagri yang memiliki tingkat kepedulian yang tinggi pada orang lain dan mau beradaptasi dengan perubahan.
Ilustrasi/Aksi damai untuk perbaikan sistem birokrasi di Indonesia
Photo :
- VIVAnews/Ikhwan Yanuar
"Dalam birokrasi, saya kira ini adalah pelayanan yang terbaik untuk semua. Untuk siapa pun juga, dari siapa pun juga, begitu. Nah, Bapak/Ibu sekalian, saya ingin mengajak kepada kita semua untuk tidak terjebak kepada seremonial, tidak terjebak kepada pakem-pakem, mari kita saling menebar inspirasi dan memberikan inspirasi," tutur Bima.
Hal itu selaras dengan materi yang disampaikan oleh Motivator sekaligus Pendiri ESQ Leadership Center Ary Ginanjar Agustian. Dia menekankan pentingnya respons bijak terhadap teknologi, terutama dalam menghadapi tantangan era modern.
Ia menyoroti bahwa teknologi, termasuk AI, seharusnya menjadi alat yang memudahkan pekerjaan, bukan justru menyulitkan.
Selain itu, dalam menjalankan pekerjaannya, pegawai di lingkup Kemendagri harus didasari oleh niat yang kuat dan terarah, seperti strong why, big why, dan grand why, sehingga bisa memberikan dampak maksimal.
Ary juga mengingatkan agar pegawai di lingkup Kemendagri memiliki mentalitas positif dan berfokus pada hal baik. Karakter tersebut perlu diterapkan untuk membangun pemerintahan yang adaptif dan humanis.
"Jadi kita ini punya laci-laci, di mana laci-laci kita ada masalah negatif, masalah baik, masalah positif, masalah juara. Jangan pernah salah tarik laci dalam hidup," ujarnya. (ant)
Halaman Selanjutnya
Source : VIVAnews/Ikhwan Yanuar