2026 Bisa Jadi Tahun Kiamat Data AI di Indonesia

13 hours ago 3

Selasa, 30 Desember 2025 - 08:40 WIB

Jakarta, VIVA – Perusahaan keamanan siber Palo Alto Networks merilis laporan '6 Prediksi untuk Ekonomi AI: Aturan Baru Keamanan Siber pada 2026' yang menyoroti transisi dunia ke ekonomi AI native.

Meskipun memacu produktivitas, teknologi ini membawa risiko baru yang masif. Bagi Indonesia, krisis kepercayaan data akibat adopsi AI yang lebih cepat daripada kematangan keamanan dan tata kelola harus menjadi perhatian utama.

Menurut Country Manager Palo Alto Networks untuk Indonesia, Adi Rusli, organisasi di Indonesia kini tengah gencar memodernisasi infrastruktur digital demi menangkap peluang baru.

Namun, ekspansi ini memicu risiko karena kecepatan adopsi AI sering kali melaju lebih cepat daripada kematangan tata kelolanya.

"Menjelang tahun 2026, kita menghadapi tantangan mendasar terkait data trust, khususnya ancaman infiltrasi ekosistem teknologi dan manipulasi data. Saat lingkungan data tersusupi, konsekuensinya sangat fatal baik secara finansial maupun reputasi," katanya di Jakarta, Senin, 29 Desember 2025.

Untuk itu, ia mengingatkan agar berhenti memandang tata kelola data hanya sebatas beban kepatuhan, dan mengedepankannya sebagai prioritas strategis yang menjembatani inovasi dengan keamanan.

"Kami memprediksi bahwa pada tahun depan, organisasi yang gagal mengamankan pipeline data AI secara end-to-end akan mengalami keruntuhan kepercayaan, mulai dari pelanggan, regulator, hingga mitra," tegas Adi.

Setelah prediksi "Tahun Disrupsi" 2025 akurat, di mana 84 persen insiden siber besar yang diselidiki Unit 42 melumpuhkan operasional akibat kerentanan rantai pasok dan evolusi serangan, Adi Rusli memperkirakan 2026 sebagai 'Tahun Pertahanan'. Berikut prediksi Seputar AI dan Keamanan Siber di 2026:

Era Baru Penipuan

Pada 2026, identitas akan menjadi fokus utama ancaman siber. Kecanggihan deepfake AI real-time yang hampir sempurna, seperti kloning digital CEO, serta rasio identitas mesin terhadap manusia yang mencapai 82 banding 1, memicu krisis otentisitas.

Satu perintah palsu dapat menyebabkan tindakan otomatis yang fatal. Untuk mengatasi terkikisnya kepercayaan ini, keamanan identitas harus bertransformasi dari perlindungan reaktif menjadi pendorong strategis proaktif untuk melindungi manusia, mesin, dan agen AI.

Ancaman Baru dari Dalam

Perusahaan yang mengadopsi agen AI otonom dapat melipatgandakan efektivitas, mengatasi kesenjangan keahlian siber 4,8 juta, dan mengakhiri kelelahan peringatan. Namun, agen-agen yang selalu aktif dan berhak akses istimewa ini menjadi target bernilai tinggi.

Halaman Selanjutnya

Penyerang kini menyusupi agen-agen ini, mengubahnya menjadi "insider otonom". Situasi ini menuntut pergeseran ke pendekatan otonomi dengan kendali ketat, menggunakan firewall AI real-time untuk menghentikan serangan berkecepatan mesin dan mencegah AI menjadi ancaman.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |