Jakarta, VIVA – Di tengah situasi ekonomi global yang penuh ketidakpastian, sektor perbankan Indonesia tetap menjadi tulang punggung pembiayaan nasional. Peran kredit perbankan sangat vital, tidak hanya untuk menjaga kelancaran usaha, tetapi juga menopang daya beli masyarakat.
Namun, tren pertumbuhan kredit belum sepenuhnya sesuai ekspektasi, sehingga Bank Indonesia (BI) mempertegas komitmennya untuk mendorong akselerasi kredit tahun ini.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menegaskan perlunya langkah konkret agar kredit perbankan benar-benar dapat menjadi penggerak ekonomi. “Pertumbuhan kredit perbankan perlu terus didorong untuk mendukung pertumbuhan ekonomi,” ujarnya pada Rabu, 17 September 2025.
Data BI mencatat, pertumbuhan kredit perbankan pada Agustus 2025 memang mengalami peningkatan dibandingkan bulan sebelumnya, yakni dari 7,03% (yoy) di Juli menjadi 7,56% (yoy). Namun, angka ini dinilai masih belum cukup kuat.
“Belum kuatnya perkembangan kredit dipengaruhi oleh sikap menunggu pelaku usaha (wait and see), suku bunga kredit yang masih tinggi, dan lebih besarnya pemanfaatan dana internal untuk pembiayaan usahanya,” ungkap Perry.
Kondisi tersebut turut tercermin pada tingginya fasilitas pinjaman yang belum dicairkan. Pada Agustus 2025, rasio undisbursed loan mencapai Rp2.372,11 triliun atau 22,71% dari total plafon kredit yang tersedia. Sektor dengan porsi undisbursed loan terbesar tercatat pada industri, pertambangan, jasa dunia usaha, serta perdagangan, khususnya untuk kredit modal kerja.
Dari sisi penawaran, bank sebenarnya memiliki ruang likuiditas yang memadai. “Kenaikan kredit didukung oleh longgarnya likuiditas perbankan sebagaimana tecermin dari tingginya Rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 27,25% pada Agustus 2025.”
Likuiditas yang longgar ini didorong oleh ekspansi moneter BI serta minat penyaluran kredit yang mulai membaik. Kendati demikian, tantangan suku bunga kredit yang masih tinggi tetap menjadi faktor penahan.
BI menilai hal ini perlu diatasi melalui sinergi dengan pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Perry menegaskan, “Bank Indonesia terus berkoordinasi dengan Pemerintah dan KSSK untuk mendorong penyaluran kredit/pembiayaan perbankan.”
Secara keseluruhan, BI memproyeksikan pertumbuhan kredit perbankan 2025 berada di kisaran 8–11%. Target ini dianggap realistis melihat fundamental perbankan yang solid.
Rasio kecukupan modal (CAR) pada Juli 2025 masih tinggi di level 25,88%, dengan rasio kredit bermasalah (NPL) terjaga rendah masing-masing 2,28% (bruto) dan 0,86% (neto). Hasil stress test juga menunjukkan sektor perbankan memiliki daya tahan kuat, didukung kemampuan bayar korporasi dan profitabilitas yang sehat.
Dengan fondasi perbankan ini, BI optimistis bahwa percepatan pertumbuhan kredit akan segera terealisasi. Harapannya, dorongan kredit ini dapat memperkuat ketahanan ekonomi domestik sekaligus menjadi bantalan dalam menghadapi risiko global.
Halaman Selanjutnya
Dari sisi penawaran, bank sebenarnya memiliki ruang likuiditas yang memadai. “Kenaikan kredit didukung oleh longgarnya likuiditas perbankan sebagaimana tecermin dari tingginya Rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 27,25% pada Agustus 2025.”