Jakarta, VIVA – Kasus hukum yang melibatkan pencipta lagu Ari Bias dan penyanyi Agnes Monica telah menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat, khususnya para pemangku kepentingan di industri musik. Gugatan yang diajukan Ari Bias terkait penggunaan lagunya tanpa izin berujung pada putusan Pengadilan Niaga yang mewajibkan Agnes membayar ganti rugi sebesar Rp1,5 miliar.
Keputusan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan penyanyi dan musisi karena dikhawatirkan akan menjadi preseden hukum di masa mendatang. Tidak menutup kemungkinan bahwa lebih banyak pencipta lagu akan menggugat atau menuntut artis yang membawakan lagu mereka tanpa izin. Scroll lebih lanjut ya.
Menanggapi polemik ini, Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Dharma Oratmangun, menekankan pentingnya kepatuhan promotor atau event organizer (EO) dalam membayar royalti musik. Dalam pernyataannya di sela perayaan HUT ke-17 Partai Gerindra di Senayan, Dharma menjelaskan bahwa jika promotor atau EO mematuhi ketentuan pembayaran royalti, permasalahan semacam ini tidak perlu terjadi.
"Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta serta Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 secara jelas menyatakan bahwa penggunaan lagu dan/atau musik wajib membayar royalti kepada pencipta melalui LMKN. Jika promotor atau EO membayar royalti, maka penyanyi tidak dapat digugat atau dituntut. Hal ini tidak hanya berlaku bagi penyanyi, tetapi juga bagi musisi yang turut memainkan musik dalam sebuah pertunjukan," ujar Dharma dalam keterangannya baru-baru ini.
Dharma menegaskan kembali hal tersebut saat menyerahkan sertifikat lisensi kepada Partai Gerindra, yang telah mengurus pembayaran royalti dalam perayaan HUT-nya dengan menampilkan pertunjukan musik pada 7 Februari di Senayan.
"Semua penyanyi dan musisi yang tampil malam ini tidak dapat digugat karena penyelenggara telah membayar royalti melalui LMKN," tambahnya.
Sementara itu, Komisioner LMKN Yessy Kurniawan yang turut hadir dalam acara tersebut menjelaskan bahwa pembayaran royalti tidak diambil dari honor yang diterima oleh penyanyi.
"Dalam pertunjukan musik, yang berkewajiban membayar royalti adalah EO atau promotor. Besaran pembayaran dihitung berdasarkan ketentuan yang berlaku. Jika acara menjual tiket, maka royalti yang dibayarkan adalah 2% dari total penjualan tiket. Jika tidak menjual tiket, royalti yang dibayarkan adalah 2% dari total biaya produksi, yang meliputi honor artis, biaya panggung, pencahayaan, dan sistem suara yang digunakan dalam acara tersebut," jelas Yessy.
Lebih lanjut, Yessy menekankan bahwa perlindungan hak cipta telah diatur secara jelas dalam undang-undang. Pasal 9 Undang-Undang Hak Cipta mencantumkan hak-hak pencipta, yang meliputi hak eksklusif yang memerlukan izin langsung dari pencipta serta hak yang perizinannya diatur melalui lembaga manajemen kolektif seperti LMKN, sebagaimana ditegaskan dalam PP 56/2021.
"Hak yang tidak memerlukan izin langsung tetapi melalui LMKN dikenal secara global sebagai Performing Rights, yang mencakup hak untuk mengumumkan, mempertunjukkan, dan mengomunikasikan lagu. Oleh karena itu, dalam pertunjukan musik komersial, penyanyi dapat membawakan lagu tanpa harus meminta izin langsung kepada pencipta, sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang Hak Cipta," jelasnya.
Senada dengan pernyataan tersebut, Komisioner LMKN bidang lisensi, Johnny Maukar, menegaskan bahwa penggunaan lagu dalam pertunjukan musik komersial tidak dianggap sebagai pelanggaran hukum, meskipun tanpa izin langsung dari pencipta, sebagaimana tercantum dalam Pasal 87 UU Hak Cipta. Namun, ia mengingatkan bahwa ada syarat utama yang harus dipenuhi, yaitu pengurusan lisensi dan pembayaran royalti melalui LMKN.
"Ada kata kunci yang harus diperhatikan: boleh tanpa izin langsung asal mengurus lisensi dan membayar royalti melalui LMKN. Royalti yang dibayarkan ini nantinya akan didistribusikan kepada pencipta lagu. Ketiga pasal tersebut—Pasal 9, 23, dan 87—bekerja secara berkesinambungan untuk melindungi hak masing-masing pihak. Jika kewajiban pembayaran royalti oleh promotor atau EO dipatuhi, maka tidak akan muncul kasus seperti Ari Bias versus Agnes Monica," tegas Johnny.
Lebih lanjut, Johnny menyarankan agar para penyanyi dan musisi mencantumkan klausul dalam kontrak mereka yang mewajibkan EO mengurus lisensi dan membayar royalti sebelum mereka tampil.
"Idealnya, penyanyi dan musisi harus mencantumkan klausul yang mewajibkan promotor atau EO untuk mengurus lisensi dan membayar royalti dalam kontrak mereka. Bahkan, mereka dapat menyatakan tidak akan tampil sebelum EO menyelesaikan izin lisensi ke LMKN. Beberapa penyanyi, seperti Once Mekel, diketahui telah menerapkan hal ini dalam kontrak mereka," ungkapnya.
Sebagai upaya menyelesaikan polemik ini, LMKN mengimbau seluruh pemangku kepentingan—pencipta lagu, pelaku pertunjukan, serta pengguna lagu untuk tujuan komersial—untuk memahami dan menaati ketentuan terkait pembayaran royalti.
"Jika seluruh pihak patuh dalam membayar royalti, maka semua pihak akan diuntungkan. Pencipta lagu akan mendapatkan hak royalti mereka, penyanyi dan musisi memperoleh honorarium atas penampilan mereka, dan pengguna lagu tetap dapat menjalankan bisnisnya secara legal," ujar Dharma.
Halaman Selanjutnya
Source : ist