Jakarta, VIVA – Kecerdasan buatan (AI) kini menjadi pendorong utama transformasi ekonomi. Namun, di balik lonjakan produktivitas yang dibawanya, AI mulai menekan pasar kerja.
Goldman Sachs menyebut fenomena ini sebagai era “pertumbuhan tanpa pekerjaan”, di mana ekonomi tumbuh tapi lapangan kerja melambat.
Laporan itu menekankan bahwa kenaikan produktivitas dapat menekan pekerja karena perusahaan memangkas biaya demi efisiensi. Di sisi positif, produktivitas yang lebih tinggi juga membantu menekan laju inflasi.
“Pertumbuhan lapangan kerja yang lambat, di tengah pertumbuhan PDB yang kuat, kemungkinan akan menjadi hal yang normal dalam beberapa tahun ke depan,” tulis analis Goldman Sachs, sebagaimana dikutip dari Business Insider, Kamis, 16 Oktober 2025.
Para analis mencatat tanda-tanda melemahnya pasar tenaga kerja. Di luar sektor kesehatan, pertumbuhan lapangan kerja berubah negatif dalam beberapa bulan terakhir. Banyak perusahaan kini fokus menggunakan AI untuk menekan biaya tenaga kerja, langkah yang berpotensi menekan perekrutan jangka panjang.
Ilustrasi wawancara/interview kerja.
AI tidak memengaruhi semua pekerja secara sama. Goldman Sachs menyoroti bahwa pekerja muda di sektor teknologi mulai merasakan efek negatif secara langsung.
“Dalam beberapa tahun terakhir, AI tampaknya mulai merugikan prospek kerja bagi kelompok pekerja yang paling terdampak langsung, seperti pekerja muda di sektor teknologi,” tulis Goldman Sachs.
Goldman Sachs menekankan bahwa gelombang inovasi selalu menimbulkan “gesekan transisional.” Inovasi dan peningkatan daya beli saat produksi dan pendapatan meningkat juga akan menciptakan peluang kerja baru yang bisa menutupi kehilangan pekerjaan.
“Inovasi dan peningkatan daya beli saat produksi dan pendapatan meningkat juga akan menciptakan peluang kerja baru yang bisa menutupi kehilangan pekerjaan,” tulis para analis.
Namun, jenis inovasi sangat menentukan. Beberapa teknologi menciptakan pekerjaan baru, sementara banyak alat AI justru menggantikan peran manusia.
“Jika AI lebih bersifat menggantikan tenaga kerja, itu bisa menjadi tantangan besar untuk mempertahankan tingkat pekerjaan penuh,” tulis laporan tersebut.
Ujian sebenarnya muncul saat resesi berikutnya. Sebagai contoh, setelah resesi 2001, PDB pulih cepat berkat produktivitas, tetapi total lapangan kerja tertinggal bertahun-tahun karena perusahaan menggunakan krisis untuk merampingkan tenaga kerja.
Halaman Selanjutnya
“Perusahaan sering memanfaatkan masa resesi untuk melakukan restrukturisasi dan memangkas pekerja di bidang yang kurang produktif,” jelas laporan Goldman Sachs.

2 weeks ago
8









