Jakarta, VIVA – Menteri Pertanian, Amran Sulaiman menegaskan, praktik pengoplosan beras premium dengan kualitas rendah yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan besar, merupakan sebuah penipuan yang dilakukan terhadap para konsumennya.
Dia bahkan mengibaratkan membeli beras premium semacam itu seperti membeli emas 24 karat, tapi yang diterima konsumen hanya 18 karat.
Bahkan, hasil investigasi Kementan di sejumlah wilayah menemukan fakta bahwa terdapat beras bermerek yang dijual dengan harga premium, dengan isi berupa beras campuran dengan beras medium atau yang tidak sesuai standar mutu beras premium.
"Sangat kami sayangkan, sejumlah perusahaan besar justru terindikasi tidak mematuhi standar mutu yang telah ditetapkan," kata Amran, dikutip Selasa, 15 Juli 2025.
Dengan demikian, Dia pun menegaskan bahwa masyarakat yang membeli beras premium dengan harapan kualitasnya sesuai standar, namun nyatanya yang didapat justru tidak demikian.
"Kalau diibaratkan, ini seperti membeli emas 24 karat, namun yang diterima ternyata hanya emas 18 karat," ujarnya.
Karenanya, Amran menegaskan tidak akan menoleransi pelaku pengoplosan, karena praktik ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap petani, konsumen, dan juga semangat swasembada pangan.
Padahal, standar mutu beras sudah diatur dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128:2020, dengan ketentuan dimana beras premium berkadar air maksimal 14 persen, butir kepala minimal 85 persen, dan butir patah maksimal 14,5 persen.
Ketentuan serupa juga diatur dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023 tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras, serta Peraturan Menteri Pertanian Nomor 31/PERMENTAN/PP.130/8/2017 tentang Kelas Mutu Beras.
Sementara dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 53/Permentan/KR.040/12/2018 tentang Keamanan dan Mutu Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT), ditegaskan bahwa registrasi produk beras bertujuan melindungi konsumen, serta meningkatkan kepastian usaha dan daya saing pangan segar asal tumbuhan.
Mengacu hal itu, maka para pelaku usaha yang mengemas PSAT untuk diperdagangkan, wajib mencantumkan label pada kemasan. Label minimal harus memuat nomor pendaftaran, nama produk, berat bersih atau isi bersih, serta nama dan alamat pihak yang memproduksi atau mengimpor PSAT ke Indonesia.
Amran menegaskan, registrasi produk beras sangat penting dan wajib diterapkan, oleh seluruh pelaku usaha penggilingan serta distribusi. Tujuannya demi menjamin keamanan dan mutu produk, melindungi konsumen dan kecurangan, serta mendorong transparansi dan keterlacakan.
"Kemudian untuk menjaga tata niaga dan persaingan sehat, mempermudah pengawasan dan kebijakan pemerintah, serta memastikan legalitas usaha," ujarnya.
Halaman Selanjutnya
Padahal, standar mutu beras sudah diatur dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128:2020, dengan ketentuan dimana beras premium berkadar air maksimal 14 persen, butir kepala minimal 85 persen, dan butir patah maksimal 14,5 persen.