Jakarta, VIVA – Emiten gerai makanan waralaba KFC, PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST) telah mendapat kucuran kredit Rp 925 miliar dari Bank Mandiri. Di mana kedua belah pihak telah menandatangani tiga akta perjanjian kredit pada tanggal 4 Juni 2025.
Fasilitas kredit dari Bank Mandiri ini merupakan bukti dan pertanda bahwa salah satu waralaba fast food ayam goreng terkenal itu, memiliki kondisi keuangan yang memprihatinkan. Sehingga mereka harus memilih jalur dana eksternal demi memanjangkan nafas perusahaan.
Pengamat Pasar Modal, Ibrahim Assuaibi mengatakan, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan anjloknya kinerja keuangan KFC dalam beberapa tahun terakhir.
Sebab meskipun secara bisnis KFC masih cukup menarik bagi pasar, namun awal kejatuhan KFC menurutnya bermula usai Israel melakukan penyerangan Genosida Terhadap Hamas di Jalur Gaza pada medio 2023 silam.
"Sehingga banyak masyarakat dunia bukan saja Indonesia, mengecam tindakan-tindakan yang dilakukan oleh militer Israel karena terus-menerus melakukan Genosida," kata Ibrahim saat dihubungi VIVA, Selasa, 24 Juni 2025.
Berbagai Produk Makanan KFC
Hal itu kemudian pun direspon oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang sempat mengeluarkan seruan boikot terhadap produk-produk yang dinilai pro Israel. Sehingga, KFC pun mulai terkena dampaknya dan menyebabkan kinerja keuangannya terus memburuk.
"Nah, inilah awalnya yang membuat masyarakat itu mengikuti seruan boikot tersebut. Karena kita harus lihat bahwa di masyarakat muslim ini, apabila ulama besar memberikan suatu instruksi atau fatwa, itu pasti akan diikuti apalagi kebanyakan oleh kaum ibu," ujarnya.
Meskipun bukan hanya KFC yang merasakan dampak boikot ini, melainkan juga sejumlah produk pro Israel lainnya, namun Ibrahim mengakui bahwa dampak yang dirasakan oleh KFC akibat boikot ini sangat signifikan.
Namun, Ibrahim mennilai bahwa keputusan KFC untuk terus mempertahankan bisnisnya di Indonesia, didasarkan pada keyakinan Manajemen FAST bahwa perang Israel dan Palestina akan selesai, gelombang boikot mereda, dan kinerja bisnis KFC bisa kembali menjadi lebih baik.
"Sebagian dari kita melihat bahwa perang ini tidak mungkin selamanya. Mungkin perusahaan ini masih tetap mempertahankan KFC, karena KFC cukup bagus," kata Ibrahim.
"Kemudian karyawan masih dipertahankan, meskipun operasional mungkin membengkak. Karena mereka sepertinya meyakini bahwa tidak mungkin perang itu akan terus berkelanjutan. Nah mungkin ini yang dijadikan strategi oleh manajemen KFC sendiri," ujarnya.
Diketahui, secara bisnis terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan kinerja keuangan KFC terus anjlok tiap tahunnya. Namun, faktor apa saja yang menyebabkan kinerja keuangan KFC sedemikian 'babak belur' dan terancam bangkrut hingga membutuhkan suntikan dana dari pihak perbankan?
Dilansir dari laman Instagram @asiantigerschool, berikut adalah 'dosa-dosa' KFC yang menyebabkan kerusakan signifikan pada aspek operasional dan cashflow perusahaan:
1. Beban keuangan bengkak sampai 91 persen
Kerugian yang dialami KFC tahun 2024 bener-bener parah menahun, bahkan sampai menyentuh 91,67 persen secara year-on-year (yoy) dibandingkan rugi tahun 2023 yang sebesar Rp 415,65 miliar.
Namun ternyata, Laporan Tahunan atau Annual Report KFC Indonesia tahun 2023 menyebut, perusahaan sejatinya sudah mengalami kerugian besar beruntun sejak tahun 2020 atau di masa pandemi COVID-19, dan tidak bisa mengembalikan kondisi keuangan seperti pada saat masa jayanya.
2. Anjloknya pendapatan sejak 2020 disebabkan karena sejumlah faktor:
- Operasional gerai terbatas hanya sampai jam tertentu (terutama dine-in)
- Gerai di lokasi strategis seperti mall, sekolah, dan bandara, kehilangan traffic besar
- Biaya tetap seperti sewa dan gaji karyawan tetap harus dibayar walau omzet anjlok. Akibatnya, arus kas operasional langsung negatif selama beberapa kuartal.
3. Beban operasional terlalu tinggi
KFC memiliki lebih dari 700 gerai, yang mayoritasnya merupakan company-owned dan bukan franchise. Hal itu berarti bahwa semua beban operasional seperti biaya listrik, SDM, dan maintenance ditanggung langsung oleh perusahaan karena tidak ada sharing cost dari franchisee.
Banyak gerai tetap dibuka demi 'branding presence', tapi secara unit tidak menguntungkan sehingga memperparah cash burn.
4. Kenaikan biaya dan bahan baku logistik
Harga ayam, minyak goreng, dan bahan-bahan impor naik signifikan di rentang tahun 2022-2024. Sementara KFC sulit menaikkan harga karena daya beli masyarakat masih belum pulih, sementara harga KFC juga sudah tergolong di atas rata-rata.
Hal itu membuat margin makin tipis, padahal KFC merupakan tipe bisnis volume-driven. Biaya logistik distribusi antarkota pun terhitung tinggi, karena KFC memiliki sistem distribusi terpusat.
5. Strategi ekspansi yang tidak adaptif
KFC tetap membuka gerai baru meski permintaan belum pulih. Akhirnya, banyak outlet yang tidak efisien dan tidak profitable, tapi tetap dipertahankan. Di sisi lain, mereka juga tidak cukup cepat beradaptasi ke model cloud kitchen atau franchise full-scale delivery.
Gerai KFC di Memphis, AS
Photo :
- Fox News 13 via Mirror
6. Utang dan kewajiban finansial membengkak
Untuk bertahan, perusahaan mulai menarik pinjaman bank jangka pendek dan panjang. Tapi hasil dari utang itu bukan untuk ekspansi, melainkan tutup lubang cashflow yang tidak produktif.
Pada akhir 2024, KFC mencatatkan modal kerja negatif, yang artinya bahwa kewajiban jangka pendek lebih besar dari aset lancar. Sehingga, kini sampailah mereka pada kondisi darurat likuiditas.
7. Domino Effect KFC Downfall
KFC bisa saja memilih untuk mati dan tutup. Tapi sayangnya, mereka tidak semudah itu untuk bangkrut. Karena KFC merupakan brand besar yang kalau sampai tutup, dampak ekonominya juga akan sangat besar.
Hal itu karena market share KFC di industri makanan Indonesia bahkan sampai 32 persen, di mana ini adalah angka persentase yang tidak sedikit. Belasan ribu karyawan bisa kena PHK, yang akan memicu lonjakan pengangguran di sektor F&B dan ritel.
Kemudian, ratusan pusat perbelanjaan dan mal akan kehilangan anchor tenant, supply chain bisa terganggu, dan akan ada hilangnya permintaan besar-besaran secara tiba-tiba. Hal itu bisa menyebabkan pasar keuangan di sektor F&B goyang.
Halaman Selanjutnya
"Nah, inilah awalnya yang membuat masyarakat itu mengikuti seruan boikot tersebut. Karena kita harus lihat bahwa di masyarakat muslim ini, apabila ulama besar memberikan suatu instruksi atau fatwa, itu pasti akan diikuti apalagi kebanyakan oleh kaum ibu," ujarnya.