Teheran, VIVA – Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, menuding bahwa agresi Israel terhadap fasilitas nuklir Iran tidak mungkin dilakukan tanpa dukungan dan koordinasi dari Amerika Serikat (AS).
Melansir dari Middle East Monitor, pada Senin, 16 Juni 2025, tuduhan itu dilontarkan saat ia menjelaskan alasan utama kegagalan perundingan nuklir yang tengah berlangsung.
Araghchi mengklaim, bahwa Teheran memiliki "bukti kuat dan meyakinkan" yang menunjukkan keterlibatan militer AS dalam serangan tersebut.
Ia merujuk pada pernyataan Presiden AS, Donald Trump, yang menyebut serangan itu tidak mungkin terjadi tanpa peralatan Amerika dan mengisyaratkan ada tahap selanjutnya yang akan datang sebagai indikasi jelas keterlibatan Washington.
Serangan rudal Iran menghancurkan bangunan di Tel Aviv, Israel
Photo :
- AP Photo/Baz Ratner
Mengenai bantahan resmi AS terkait serangan terhadap fasilitas nuklir Natanz di Provinsi Isfahan, Araghchi menyatakan bahwa Iran menolak klaim tersebut.
"Jika AS benar-benar tidak memiliki peran, AS harus secara jelas dan terbuka mengutuk serangan itu," kata Araghchi.
Dia menegaskan bahwa pesan pribadi tidak cukup untuk menghapus tanggung jawab. Ia juga menyerukan agar komunitas internasional mengakui tindakan Israel sebagai pelanggaran hukum internasional.
Lebih lanjut, Araghchi menuduh Israel secara konsisten merusak proses diplomasi nuklir. Ia mengutip insiden sabotase di situs pengayaan uranium Natanz pada 2020 selama pembicaraan Wina, yang bertujuan menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015.
Sebagai respons terhadap sabotase tersebut, Iran meningkatkan tingkat pengayaan uraniumnya hingga 60 persen dan mengganti sentrifugal yang rusak dengan versi yang lebih canggih.
Meski terus diprovokasi, kata Araghchi, Iran tetap memasuki meja perundingan dengan itikad baik. Ia menyebut sudah ada lima putaran pembicaraan dengan AS, dan Iran telah menyiapkan usulan balasan untuk menjembatani kesenjangan menuju kesepakatan.
Namun, ia menegaskan bahwa Israel terus menentang setiap bentuk kesepakatan nuklir dan secara aktif mencoba menggagalkan proses diplomatik.
Sebagai langkah lanjutan, Araghchi mengatakan bahwa Iran telah secara resmi meminta Badan Energi Atom Internasional (IAEA) untuk mengadakan sesi luar biasa guna membahas serangan terbaru Israel terhadap fasilitas Natanz.
Ia menggambarkan tindakan Israel tersebut sebagai "garis merah" dalam hukum internasional yang telah dilanggar secara terang-terangan.
Halaman Selanjutnya
Dia menegaskan bahwa pesan pribadi tidak cukup untuk menghapus tanggung jawab. Ia juga menyerukan agar komunitas internasional mengakui tindakan Israel sebagai pelanggaran hukum internasional.