Jakarta, VIVA – Dominasi China dalam penambangan, pengolahan, dan suplai logam tanah jarang (rare Earth) menghasilkan pengaruh signifikan atas Amerika Serikat (AS) dalam perundingan dagang yang sedang berlangsung.
Logam tanah jarang merupakan bahan baku penting untuk pembuatan ponsel pintar (smartphone), kendaraan listrik, hingga teknologi militer.
China menguasai sekitar 60 persen produksi rare Earth global dan hampir 90 persen proses pemurniannya.
Baru-baru ini, Beijing kian memperkuat cengkeramannya akan mineral kritis tersebut dengan memberlakukan pembatasan ekspor logam tanah jarang dan magnet permanen.
Pembatasan tersebut diterapkan sebagai respons terhadap tarif tinggi yang dikenakan Presiden AS Donald Trump terhadap ekspor China yang kemudian sempat dilonggarkan untuk memungkinkan negosiasi perdagangan berjalan.
Pada 16 Oktober 2025, tepat satu minggu lalu, China mengumumkan perluasan pembatasan ekspor terhadap logam tanah jarang, membatasi teknologi pengolahan, dan secara eksplisit membatasi ekspor kepada pengguna di sektor pertahanan dan semikonduktor di luar negeri.
Kebijakan ini dipandang sebagai balasan Beijing, setelah Washington DC membatasi ekspor chip dan produk semikonduktor dari negara ketiga ke China.
Pembatasan diberlakukan beberapa pekan sebelum pertemuan langsung Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping, dan semakin mengekspos kerentanan AS karena kurangnya kapasitas pemurnian di dalam negeri.
"Seluruh dunia bergantung pada pasokan magnet permanen dari China. Jika mereka berhenti mengekspor bahan baku tersebut, dampaknya akan terasa di seluruh dunia," kata Jost Wübbeke, pengelola lembaga riset Sinolytics di Berlin, Jerman, seperti dikutip VIVA dari DW, Kamis, 23 Oktober 2025.
Pembatasan ekspor diyakini akan berakibat pada gangguan rantai pasok, hal ini berdampak signifikan pada industri AS.
Produsen mobil Ford, misalnya, mengumumkan pada Mei 2025 terpaksa mengurangi produksi di Chicago, AS, karena kurangnya bahan baku.
Pemasok suku cadang otomotif, Aptiv dan BorgWarner, mengumumkan sedang mengembangkan mesin dengan meminimalisir kandungan logam tanah jarang demi mengatasi keterbatasan pasokan.
Michael Dunne, konsultan otomotif yang fokus ke China, mengatakan bahwa pembatasan ekspor dari Beijing 'bisa membuat pabrik perakitan mobil Amerika berhenti total'.
Survei terbaru oleh Kamar Dagang dan Industri AS di China menunjukkan bahwa 75 persen perusahaan AS memperkirakan stok logam tanah jarang akan habis dalam beberapa bulan.
Halaman Selanjutnya
Produsen AS sebabnya mendesak Washington DC untuk menegosiasikan kelonggaran. Selama perundingan dagang di London, Inggris, pada Juni 2025, China sepakat mempercepat lisensi ekspor, meski masih menyebabkan antrean panjang.

2 days ago
3









