Jakarta, VIVA – Ketua Petambak Muda Indonesia (PMI), Rizky Darmawan mengungkapkan, masalah kontaminasi radioaktif Cesium-137 (Cs-137) pada produk udang Indonesia kembali menghantui industri perikanan nasional.
Kasus ini mencuat sejak US Food and Drug Administration (FDA) pada 14 Agustus 2025 mengeluarkan import alert terhadap PT Bahari Makmur Sejati (BMS), salah satu pengolah dan eksportir udang terbesar di Indonesia dengan fasilitas di Cikande, Serang, Banten.
Di sisi lain menurutnya, keputusan pemerintah untuk melepaskan kembali kontainer produk udang BMS ke pasar domestik menimbulkan kegelisahan baru. Langkah ini harus disertai transparansi penuh.
“Tes pengujian harus terbuka dan kuantitatif,” ujar Rizky dikutip dari keterangannya, Selasa, 23 September 2025.
Rizky mengatakan, jika pemerintah yakin produk tersebut aman, hasil pengujian seharusnya dipublikasikan secara resmi agar dapat meyakinkan pasar, termasuk FDA. Tanpa transparansi, pelepasan kontainer justru berisiko memicu ketakutan di pasar ekspor maupun domestik.
Ketidakjelasan penyelesaian kasus ini mulai menimbulkan dampak luas. Penghentian operasi pabrik BMS telah menurunkan daya serap industri terhadap hasil panen tambak. Produksi di tingkat petambak tetap berlangsung, tetapi penjualan terhambat karena sebagian besar udang yang diproduksi di Indonesia ditujukan untuk ekspor.
Sebagai catatan, udang merupakan kontributor devisa terbesar dari seluruh ekspor perikanan Indonesia, dengan nilai ekspor sekitar US$ 1,68 miliar pada 2024. Dengan sebagian besar produk udang diekspor ke Amerika Serikat, gangguan akses pasar berpotensi memberikan dampak besar terhadap perekonomian nasional dan kesejahteraan jutaan petambak.
PMI mencatat harga udang di beberapa daerah, khususnya Aceh dan Medan, turun drastis, namun penjualan tetap sulit. “Jika kondisi ini terus berlarut, harga bisa semakin jatuh dan mengancam keberlangsungan usaha petambak,” ujar Rizky.
Selain itu, menurut Rizky, beredar isu bahwa beberapa big retailers di Amerika Serikat mulai menunda bahkan membatalkan pesanan dari Indonesia, membuat banyak petambak memilih menunda siklus produksi berikutnya demi menghindari kerugian lebih besar.
PMI berharap pemerintah segera melakukan uji laboratorium menyeluruh, mempublikasikan hasilnya secara resmi, dan mengkomunikasikan langkah-langkah yang diambil, termasuk menjelaskan penyebab kontaminasi dan upaya pencegahan agar kasus serupa tidak terulang.
“Transparansi dan kejelasan langkah ini sangat penting untuk memulihkan kepercayaan pasar dan menjaga keberlanjutan industri udang nasional,” tambahnya.
Halaman Selanjutnya
Sebagai catatan, udang merupakan kontributor devisa terbesar dari seluruh ekspor perikanan Indonesia, dengan nilai ekspor sekitar US$ 1,68 miliar pada 2024. Dengan sebagian besar produk udang diekspor ke Amerika Serikat, gangguan akses pasar berpotensi memberikan dampak besar terhadap perekonomian nasional dan kesejahteraan jutaan petambak.