PHK Besar-besaran, Starbucks Rogoh Rp2,5 Triliun untuk Bayar Pesangon Karyawan

3 weeks ago 15

Senin, 29 September 2025 - 15:09 WIB

Jakarta, VIVA – Starbucks mengumumkan rencana restrukturisasi senilai US$1 miliar atau setara Rp16,7 triliun. Restrukturisasi ini mencakup penutupan sejumlah gerai di Amerika Utara serta pemangkasan ratusan pekerja. 

Langkah ini merupakan bagian dari transformasi "Back to Starbucks" di bawah kepemimpinan CEO Brian Niccol.

Perusahaan menyebut jumlah gerai yang dioperasikan langsung di Amerika Utara akan berkurang sekitar 1% pada tahun fiskal 2025. Angka itu setara dengan sekitar 500 gerai, menurut perkiraan TD Cowen. 

Starbucks juga memastikan sekitar 900 karyawan non-ritel akan diberhentikan. Dalam dokumen yang diserahkan ke Securities and Exchange Commission (SEC), Starbucks memperkirakan 90% dari biaya restrukturisasi akan berasal dari bisnis Amerika Utara. 

Total biaya diperkirakan mencakup US$150 juta atau Rp2,5 triliun untuk pesangon karyawan, serta sekitar US$850 juta atau Rp14,2 triliun untuk penutupan gerai. Sebagian besar beban ini akan muncul pada tahun fiskal 2025.

Starbucks menargetkan menutup tahun fiskal dengan hampir 18.300 lokasi di Amerika Utara, termasuk gerai yang dioperasikan perusahaan maupun berlisensi. Pertumbuhan kembali rencananya dimulai pada tahun fiskal 2026.

Langkah ini merupakan putaran kedua pemutusan hubungan kerja di era Niccol. Sebelumnya, perusahaan memangkas 1.100 pekerja korporat pada awal tahun. Starbucks menutup 2024 dengan sekitar 16.000 karyawan non-gerai.

“Langkah-langkah ini dilakukan untuk memperkuat apa yang kami lihat berhasil dan memprioritaskan sumber daya pada hal tersebut," kata Niccol dalam surat kepada karyawannya, seperti dikutip dari CNBC pada Senin, 29 September 2025.

"Saya percaya langkah ini diperlukan untuk membangun Starbucks yang lebih baik, lebih kuat, dan lebih tangguh, yang memperdalam dampaknya pada dunia serta menciptakan lebih banyak peluang bagi mitra, pemasok, dan komunitas yang kami layani,” paparnya.

Pada Juli lalu, Starbucks mengumumkan investasi lebih dari US$500 juta atau Rp8,35 triliun untuk program "Green Apron Service," yang ditujukan untuk meningkatkan jam kerja karyawan di gerai yang dimiliki perusahaan dalam setahun ke depan.

Penutupan gerai disebut menyasar lokasi yang dinilai tidak mampu memenuhi ekspektasi pelanggan dan karyawan, atau tidak memiliki prospek kinerja keuangan. Analis TD Cowen Andrew Charles menulis dalam catatan kepada klien bahwa jumlah penutupan gerai lebih besar dari perkiraan.

Serikat pekerja Starbucks Workers United, yang mewakili 12.000 barista di lebih dari 650 gerai, pun turut menanggapi keputusan ini. “Kami berharap untuk melakukan perundingan dampak bagi setiap gerai berserikat yang terdampak, sebagaimana yang telah kami lakukan di tempat lain, sehingga pekerja dapat ditempatkan di gerai lain sesuai dengan preferensi mereka.”

Perusahaan menegaskan karyawan dari gerai yang ditutup akan dipindahkan ke lokasi terdekat atau menerima pesangon. Untuk karyawan non-ritel yang terdampak, Starbucks menawarkan kompensasi dan perpanjangan manfaat.

Pasca pengumuman, saham Starbucks turun kurang dari 1% dalam perdagangan sore. Secara keseluruhan, nilai saham perusahaan telah merosot lebih dari 8% sepanjang tahun ini.

Halaman Selanjutnya

"Saya percaya langkah ini diperlukan untuk membangun Starbucks yang lebih baik, lebih kuat, dan lebih tangguh, yang memperdalam dampaknya pada dunia serta menciptakan lebih banyak peluang bagi mitra, pemasok, dan komunitas yang kami layani,” paparnya.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |