Jakarta, VIVA – Fraksi Partai Golkar DPR RI menegaskan bahwa inisiatif penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Ekonomi Gig sudah diajukan secara resmi jauh sebelumnya.
Anggota Badan Legislasi DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Ahmad Irawan, mengatakan pihaknya telah mengirimkan surat kepada Badan Legislasi DPR RI untuk mengusulkan agar RUU tersebut masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas Tahun 2026.
Surat itu ditandatangani oleh Ketua Fraksi Partai Golkar M. Sarmuji dan Wakil Sekretaris Fraksi Teti Rohatiningsih, lengkap dengan draf RUU serta uraian naskah akademiknya.
Ahmad Irawan, menyampaikan bahwa klarifikasi ini penting sebagai bentuk tanggung jawab politik Golkar dalam memastikan perlindungan hukum bagi jutaan pekerja gig.
“Kami menghormati setiap pandangan mengenai urgensi regulasi pekerja gig, termasuk apa yang disampaikan oleh sahabat kami, Wakil Ketua Komisi V DPR RI dari Fraksi PKB, Syaiful Huda. Namun, penting ditegaskan bahwa Golkar adalah fraksi yang terlebih dahulu mengajukan usulan resmi masuknya RUU Perlindungan Pekerja Ekonomi Gig ke dalam Prolegnas Prioritas 2026. Inisiatif ini telah kami ambil sejak September 2025 sebagai respon konkret atas kondisi kerentanan pekerja gig yang belum memiliki payung hukum di tingkat undang-undang,” ujar Irawan dalam keterangannya, Jumat, 14 November 2025.
Irawan menambahkan bahwa Golkar menghargai perhatian PKB dan berbagai pihak terkait perlunya regulasi pekerja gig. Namun ia menekankan bahwa proses legislasi memerlukan ketepatan data dan kronologi.
“Pernyataan bahwa salah satu fraksi menginisiasi RUU pekerja gig tentu sah-sah saja, tetapi penting bagi publik mengetahui bahwa usulan resmi dan terdokumentasi mengenai RUU Perlindungan Pekerja Ekonomi Gig telah disampaikan langsung oleh Fraksi Golkar ke Baleg pada 12 September 2025,” jelasnya.
Dalam draf usulan tersebut, Golkar menyoroti bahwa ekonomi digital melahirkan model kerja platform yang fleksibel namun menyisakan kerentanan signifikan, mulai dari ketidakpastian pendapatan, ketiadaan jaminan sosial, hingga lemahnya posisi tawar pekerja terhadap perusahaan platform.
RUU ini mengatur definisi dan status pekerja gig, hak dan kewajiban pekerja, kewajiban platform digital, skema pembiayaan jaminan sosial bersama, subsidi pemerintah bagi pekerja berpendapatan rendah, hak cuti sakit, kompensasi kecelakaan kerja, serta mekanisme penyelesaian sengketa.
Halaman Selanjutnya
RUU juga menjamin hak pekerja gig untuk berserikat dan menetapkan sanksi administratif maupun pidana bagi platform yang mengabaikan perlindungan dasar pekerja.

4 weeks ago
9









