Jakarta, VIVA - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan biaya sekolah dasar (SD) hingga SMP negeri maupun swasta ditanggung oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Namun, ada pengecualian bagi sekolah swasta yang menerapkan kurikulum internasional.
Adapun permohonan dengan nomor 3/PUU-XXIII/2025 itu diajukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) bersama tiga pemohon individu, yaitu Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum.
Dalam pertimbangan hukum yang dilansir dari situs MK, Rabu, 28 Mei 2025, mahkamah memahami seluruh sekolah atau madrasah swasta di Indonesia yang turut menyelenggarakan pendidikan dasar tidak bisa diposisikan dalam satu kategori yang sama. Hal itu berkenaan dengan kondisi pembiayaan yang melatarbelakangi adanya pungutan biaya kepada peserta didik.
Selain itu, sejumlah sekolah/madrasah swasta juga menerapkan kurikulum tambahan selain kurikulum nasional. Kurikulum tambahan itu seperti kurikulum internasional atau keagamaan yang merupakan kekhasan atau dijadikan 'nilai jual' (selling point) keunggulan sekolah tersebut.
"Sekolah-sekolah seperti ini tentunya berpengaruh terhadap motivasi atau tujuan dari peserta didik yang mengikuti pendidikan dasar di sekolah atau madrasah dimaksud, sehingga warga negara yang mengikuti pendidikan dasar di sekolah/madrasah tersebut tidak sepenuhnya didasarkan atas tidak tersedianya akses terhadap sekolah negeri," demikian keterangan MK dikutip pada Rabu, 28 Mei 2025.
Dalam kasus ini, peserta didik secara sadar memahami konsekuensi pembiayaan yang lebih tinggi sesuai dengan pilihan saat memutuskan mengikuti pendidikan dasar di sekolah atau madrasah tertentu.
Pun, MK juga berpandangan sepanjang berkenaan dengan bantuan pendidikan untuk kepentingan peserta didik yang bersekolah di sekolah atau madrasah swasta, maka tetap hanya bisa diberikan kepada sekolah atau madrasah swasta yang memenuhi persyaratan atau kriteria tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Menurut MK, hal ini untuk menjamin bahwa sekolah/madrasah swasta yang memeroleh bantuan pendidikan tersebut dikelola sesuai dengan standar yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Selain itu, memiliki mekanisme tata kelola dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran pendidikan termasuk yang perolehannya berasal dari bantuan pemerintah.
MK juga mempertimbangkan fakta ada sekolah atau madrasah swasta yang selama ini menerima bantuan anggaran dari pemerintah seperti program BOS atau program beasiswa lainnya. Namun, tetap mengenakan atau memungut biaya penyelenggaraan pendidikan di sekolah masing-masing dari peserta didik guna memenuhi kebutuhan penyelenggaraan kegiatan pendidikan sekolahnya.
Di samping itu, terdapat pula sekolah atau madrasah swasta yang tidak pernah atau tidak bersedia menerima bantuan anggaran dari pemerintah. Sebab, sekolah itu menyelenggarakan kegiatan pendidikan bagi peserta didiknya dengan berbasis pembayaran pembiayaan penyelenggaraan pendidikan dari peserta didik sepenuhnya.
Maka, MK berpendapat terhadap sekolah atau madrasah swasta tidak tepat dan tidak rasional jika dipaksakan tidak boleh lagi mengenakan atau memungut biaya penyelenggaraan kegiatan pendidikan dari peserta didik sama sekali.
Sementara, di sisi lain kemampuan fiskal (anggaran) pemerintah untuk memberikan bantuan biaya penyelenggaraan pendidikan dasar yang berasal dari APBN dan APBD juga masih terbatas sampai saat ini.
Lebih lanjut, menurut MK, meski tak dilarang sekolah atau madrasah swasta sepenuhnya membiayai sendiri penyelenggaraan pendidikan yang berasal dari peserta didik atau sumber lain yang tak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Namun, terhadap sekolah atau madrasah swasta dimaksud tetap memberikan kesempatan kepada peserta didik di lingkungan lembaga pendidikan. Upaya itu dengan memberikan skema kemudahan pembiayaan tertentu terutama bagi daerah yang tak terdapat sekolah atau madrasah yang menerima pembiayaan dari pemerintah atau pemerintah daerah.
Halaman Selanjutnya
MK juga mempertimbangkan fakta ada sekolah atau madrasah swasta yang selama ini menerima bantuan anggaran dari pemerintah seperti program BOS atau program beasiswa lainnya. Namun, tetap mengenakan atau memungut biaya penyelenggaraan pendidikan di sekolah masing-masing dari peserta didik guna memenuhi kebutuhan penyelenggaraan kegiatan pendidikan sekolahnya.