Seoul, VIVA – Pemungutan suara Majelis Nasional yang berusaha untuk memakzulkan Presiden Korea Selatan (Korsel), Yoon Suk Yeol, dibatalkan.
Keputusan ini meningkatkan ketidakpastian dalam politik dan masyarakat di Korsel alih-alih meredakan kebingungan yang berasal dari darurat militer yang diberlakukan Yoon dalam waktu singkat.
Sebelumnya, partai yang berkuasa menjanjikan pengunduran diri Yoon lebih awal dan penyingkiran dari tugas-tugasnya, sementara blok oposisi menyebut rencana itu tidak konstitusional dan berjanji untuk terus mengupayakan pemakzulan hingga disahkan.
Pemimpin Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa, Han Dong-hoon dan Perdana Menteri Han Duck-soo menyampaikan pidato bersama, pada Minggu, 8 Desember 2024.
Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol memberikan pernyataan terkait Itaewon
Photo :
- Sun Myung-geon/Yonhap via AP
Mereka mengatakan tentang cara menstabilkan situasi dan mengelola urusan negara dalam upaya meredakan kekhawatiran publik dan masyarakat internasional saat negara itu bergulat dengan dampak dari darurat militer Yoon.
Pengumuman mereka muncul sehari setelah Yoon lolos dari pemungutan suara pemakzulan karena mosi tersebut dibatalkan tanpa penghitungan suara.
Tidak hanya itu, pembatalan pemakzulan Yoon juga karena tidak mencapai kuorum setelah semua anggota, kecuali tiga anggota parlemen PPP lainnya memboikot pemungutan suara tersebut.
Keduanya pun sempat mengatakan bahwa mereka setuju dengan pendapat umum bahwa Yoon harus dicopot dari jabatannya karena tidak mungkin baginya untuk memimpin negara dengan baik selama sisa masa jabatannya, yang akan berakhir pada Mei 2027.
"Melalui keluarnya Yoon lebih awal dan tertib dari jabatannya, kami akan meminimalkan kebingungan, menstabilkan situasi politik, dan membangun demokrasi bebas dengan baik," kata pemimpin PPP tersebut, dikutip dari The Korea Times, Minggu, 8 Desember 2024.
"Presiden secara efektif akan dikecualikan dari tugasnya, termasuk kebijakan luar negeri dan urusan negara lainnya, dan perdana menteri akan berkonsultasi dengan partai untuk memastikan bahwa administrasi urusan negara berjalan tanpa gangguan apa pun."
Ia menambahkan bahwa dirinya akan mengadakan pembicaraan rutin dengan perdana menteri setidaknya seminggu sekali untuk membahas masalah mata pencaharian, ekonomi, urusan luar negeri, dan pertahanan.
"Investigasi terhadap kekacauan politik akan menyeluruh, tidak memihak, dan transparan bagi siapa pun, termasuk presiden."
Ia menekankan bahwa pernyataan darurat militer Yoon jelas merupakan tindakan yang tidak konstitusional.
Namun, ia tidak menjelaskan lebih lanjut tentang apa yang dimaksud dengan "pengunduran diri yang tertib", seberapa jauh presiden akan dikecualikan dari tugasnya, dan kapan pemakzulan lebih awal akan dilakukan.
Perdana Menteri, pada bagiannya, mengatakan bahwa ia akan berupaya untuk segera menstabilkan kekacauan politik.
"Hal terpenting yang harus dilakukan adalah memastikan bahwa kekacauan tidak mengganggu mata pencaharian masyarakat. Di masa krisis ini, sangat penting bahwa usulan anggaran pemerintah dan RUU terkait disahkan oleh Majelis Nasional untuk memastikan pemerintahan yang stabil. Setelah anggaran dirampungkan, kementerian dapat mulai melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memulihkan ekonomi dan mendukung warga negara," ujar PM Korsel.
"Situasi internasional menjadi semakin tidak pasti. Mempertahankan aliansi Korea-AS dan kerja sama keamanan trilateral dengan AS dan Jepang adalah tugas yang sangat besar dan krusial."
Namun, pidato dari kedua Han tersebut langsung menuai protes dari blok oposisi, yang mengatakan bahwa usulan dan janji mereka sama tidak konstitusional dan ilegalnya dengan deklarasi darurat militer Yoon.
Oposisi utama Partai Demokrat Korea (DPK) menolak rencana PPP dan menyerukan penangkapan dan penyelidikan segera terhadap Yoon.
"Pengumuman kedua Han untuk berbagi kekuasaan sementara Yoon mengundurkan diri adalah kudeta lain yang melanggar tatanan konstitusional. Sungguh mengejutkan bagaimana orang dapat memiliki imajinasi yang keterlaluan yang mengabaikan kedaulatan nasional," kata pemimpin DPK Lee Jae-myung.
"Yoon, biang keladi utama dari mentalitas konfrontasi terhadap Republik Korea yang melakukan tindakan pemberontakan yang serius, harus segera mengundurkan diri atau segera dimakzulkan. Itulah satu-satunya cara untuk menyelesaikan krisis ini. Kami akan mendorong pemungutan suara pemakzulan lagi pada tanggal 14 Desember."
Pemerintahan, kata Lee, yang dipimpin perdana menteri hingga presiden keluar secara tertib adalah inkonstitusional.
Pengecualian presiden yang sedang menjabat dari urusan negara juga tidak didukung oleh Konstitusi.
"Seorang perdana menteri tidak memiliki kewenangan untuk menunjuk pejabat publik, meninjau keputusan presiden, menjalankan hak diplomatik, atau memimpin Angkatan Darat," papar Kim Min-seok dari DPK dalam sebuah konferensi pers.
Ia menambahkan bahwa pemimpin PPP tidak memiliki kewenangan apa pun untuk memimpin urusan negara.
"Pemimpin PPP Han dan perdana menteri harus diselidiki karena berkolusi dengan Yoon, yang memimpin pemberontakan. Pemakzulan langsung Yoon adalah satu-satunya cara untuk menyelesaikan kekacauan ini," beber Kim.
DPK juga menyerukan agar Yoon dicabut kekuasaannya untuk memimpin militer, dan berjanji untuk meloloskan penyelidikan penasihat khusus atas tuduhan pengkhianatan terhadap presiden dan pejabat lainnya.
Dikatakan bahwa blok oposisi akan mengupayakan pemungutan suara ulang untuk pemakzulan setiap minggu hingga berhasil.
"Rakyat harus segera memberhentikan Yoon dari jabatannya. Rakyat menuntut pengunduran dirinya segera, bukan pengunduran dirinya secara tertib. Jika dia tidak mengundurkan diri secara sukarela, kami perlu menangguhkan tugas kepresidenannya melalui pemakzulan," kata Han Min-soo, juru bicara DPK.
Halaman Selanjutnya
Tidak hanya itu, pembatalan pemakzulan Yoon juga karena tidak mencapai kuorum setelah semua anggota, kecuali tiga anggota parlemen PPP lainnya memboikot pemungutan suara tersebut.