Polda NTT Dinilai Punya Alasan Kuat Berani Pecat Ipda Rudy Soik

4 weeks ago 28

Selasa, 22 Oktober 2024 - 21:21 WIB

Jakarta, VIVA - Peneliti Senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Hermawan Sulistyo ikut menyoroti kasus Anggota Polisi di Polda Nusa Tenggara Timur (NTT), Ipda Rudy Soik yang telah dipecat karena melakukan pelanggaran kode etik dan profesi. Menurut dia, Ipda Rudy Soik ternyata memiliki catatan buruk saat berkarir di Korps Bhayangkara.

“Yang bersangkutan punya catatan kriminal yang buruk. Sudah 3 kali diskors dan disel,” kata Hermawan dikutip pada Selasa, 22 Oktober 2024.

Ketua Panitia Seleksi Anggota Kompolnas 2024 ini menyebut Ipda Rudy Soik dipanggil untuk sidang kasus BBM, tapi tidak mau datang. Padahal, Ipda Rudy Soik mengklaim dipecat karena membongkar kasus mafia BBM. Harusnya, kata Hermawan, Ipda Rudy Soik gunakan haknya di persidangan.

“Kalau tidak merasa bersalah, kan dia bisa membela diri di persidangan. Sidang anggota dilakukan independen dan transparan. Terdakwa sulit lepas kalau tidak mau hadir. Bawa penasehat hukum sendiri atau yang disediakan oleh Polri. Kalau tidak puas, ada mekanisme banding,” jelas dia.

Anggota Kompolnas RI, Yusuf Warsyim

Sementara Komisioner Kompolnas RI, Yusuf Warsyim mengatakan Kompolnas telah melakukan komunikasi dan koordinasi untuk meminta klarifikasi terkait pemecatan Ipda Rudy Soik kepada Polda Nusa Tenggara Timur. Kata dia, Kompolnas menyarankan agar sesuai mekanisme agar Ipda Rudy Soik diberikan kesempatan haknya untuk banding.

“Kami sudah koordinasi dan komunikasi untuk meminta klarifikasi. Kompolnas menyarankan agar sesuai mekenisme diberi kesempatan Ipda Rudy Soik untuk banding atas Putusan KKEP. Dari pihak Polda merespon terbuka untuk menerima banding,” ujarnya.

Maka dari itu, Yusuf mengatakan Kompolnas akan memantau proses banding nantinya. Tentunya, ia juga berharap proses sidang banding Ipda Rudy Soik juga tetap harus prosefional, transparan dan akuntabel.

“Terkait materi dugaan pelanggaran biar diperiksa kembali apabila dilakukan banding. Kompolnas akan mengawasi apabila dilakukan banding untuk memastikan profesional, sehingga hal-hal yang dikhawatirkan apapun tidak akan terjadi,” jelas dia.

Di samping itu, Direktur Lembaga Kajian Strategis Polri (LEMKAPI), Edi Hasibuan melihat langkah Polda NTT untuk merekomendasikan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap Ipda Rudy Soik tentu mempunya alasan yang kuat dan terindikasi melakukan penyimpangan.

“Kami berpandangan, polda berani memberikan putusan karena sudah melalui proses yang panjang dan lalu menetapkan PTDH," kata Panitia Seleksi Anggota Kompolnas 2024 itu.

Diketahui, Polda Nusa Tenggara Timur membantah pemberhentian Inspektur Dua Rudy Soik hanya disebabkan pelanggaran kode etik saat menyelidiki kasus mafia bahan bakar minyak (BBM) saja. 

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Humas) Polda NTT, Komisaris Besar Ariasandy menyebut ada 12 pelanggaran disiplin dan kode etik yang dilakukan Rudy Soik.

"Rudy Soik terlibat dalam 12 kasus pelanggaran selama bertugas, dengan tujuh di antaranya terbukti bersalah dan telah menjalani berbagai hukuman," ujarnya.

Ipda Rudy Soik melalui kuasa hukumnya, Ferdy Maktaen melaporkan Kepala Bidang Humas Polda NTT, Kombes Ariasandy dam Kepala Bidang Propam Polda NTT, Kombes Robert Anthoni Sormin, ke Divisi Propam Mabes Polri. 

"Saya sudah sampaikan ke Pak Rudy bahwa saya yang akan melaporkan mereka ke Mabes Polri dalam waktu dekat karena tidak profesional dalam memberikan pernyataan kepada publik. Saya sendiri yang turun dengan membawa data dari 2014, karena saat itu saya sebagai kuasa hukumnya, jadi saya tahu persis kasusnya," ujar Ferdy.

Halaman Selanjutnya

Maka dari itu, Yusuf mengatakan Kompolnas akan memantau proses banding nantinya. Tentunya, ia juga berharap proses sidang banding Ipda Rudy Soik juga tetap harus prosefional, transparan dan akuntabel.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |