Jayawijaya, VIVA – Aksi kekerasan kembali mengguncang Tanah Papua. Dua warga sipil dilaporkan tewas secara tragis setelah kelompok separatis bersenjata yang diduga kuat bagian dari Organisasi Papua Merdeka (OPM) pimpinan Egianus Kogoya, menyerang pembangunan Gereja GKI Imanuel Air Garam di Distrik Asotipo, Kabupaten Jayawijaya. Serangan ini tak hanya mengoyak rasa kemanusiaan, tetapi juga mencederai nilai-nilai spiritual masyarakat Papua.
Wakil Bupati Jayawijaya, Ronny Elopere, mengecam keras peristiwa ini, menyebut tindakan kelompok separatis tersebut sebagai bentuk nyata dari aksi terorisme.
“Apa yang dilakukan kelompok OPM ini bukan perjuangan, melainkan pembunuhan terhadap saudara-saudara kami sendiri, orang asli Papua. Ini adalah pelanggaran berat terhadap nilai-nilai agama dan kemanusiaan,” tegas Ronny Elopere dalam keterangan tertulis, Kamis 5 Juni 2025.
Ronny menambahkan bahwa masyarakat Jayawijaya kini hidup dalam kecemasan, takut akan potensi serangan berikutnya dari kelompok separatis yang semakin brutal dan tidak mengenal batas. Ia memastikan bahwa pemerintah daerah tidak akan tinggal diam, dan akan bersinergi penuh dengan TNI-Polri untuk mengusut tuntas tragedi berdarah ini.
“Kami, sebagai masyarakat Papua, tidak akan tinggal diam. Serangan ini bukan sekadar kriminalitas, tapi bentuk nyata dari terorisme. Ini pelecehan terhadap rumah Tuhan dan pembunuhan terhadap rakyat sipil yang tidak bersalah. Kami akan berjuang bersama aparat untuk memastikan pelaku dihukum seadil-adilnya,” pungkas Ronny.
Gereja Dijadikan Sasaran: Kejahatan yang Melampaui Batas Kemanusiaan
Insiden mengenaskan ini terjadi ketika sekelompok warga sedang membangun rumah ibadah GKI Imanuel Air Garam. Tanpa peringatan, anggota OPM datang dan melepaskan tembakan secara membabi buta menggunakan senapan mesin. Dua warga sipil yang sedang bekerja tewas di tempat, sementara yang lain berhasil melarikan diri menyelamatkan diri dari amukan peluru.
Pendeta Eduard Su, Ketua Klasis Baliem Yalimo, tak bisa menyembunyikan amarah dan kesedihannya atas tragedi ini. Ia menyebut bahwa penyerangan terhadap gereja tidak hanya menyasar manusia, tetapi juga menghina tempat suci yang menjadi pusat kehidupan spiritual masyarakat Papua.
“Gereja adalah tempat orang Papua mencari damai dan pengharapan. Menyerang gereja sama saja dengan menyerang identitas dan iman kami. Ini bukan sekadar tindakan keji, tapi penghinaan terhadap Tuhan itu sendiri,” tegas Pendeta Eduard.
Menurut Eduard, tindakan OPM ini sudah melewati semua batas etika, agama, dan kemanusiaan. Ia mengajak seluruh masyarakat Papua untuk bangkit melawan rasa takut dan bersatu menolak kekerasan atas nama apapun.
“Sudah cukup penderitaan yang ditimbulkan. Saatnya kita, masyarakat Papua, menolak kekerasan dan berdiri teguh untuk perdamaian dan kemanusiaan. Ini bukan waktunya diam,” lanjutnya.
Saksi Mata: "Kami Hanya Ingin Hidup Damai, Tapi Gereja Kami Diserang"
Salah satu warga yang berhasil selamat dari peristiwa tersebut adalah Markus Murib, seorang warga asli Papua yang sedang membantu pembangunan gereja saat serangan terjadi.
Dengan suara gemetar, Markus mengenang kembali detik-detik menegangkan ketika suara tembakan menggema dari arah bukit dan sekelompok orang bersenjata muncul tiba-tiba.
“Kami hanya rakyat kecil yang ingin hidup damai. Kami tidak ingin jadi korban dari konflik yang bukan milik kami,” ujar Markus kepada wartawan.
Markus mengatakan bahwa ia sangat terkejut ketika melihat bahwa gereja—tempat sakral yang selama ini dihormati oleh seluruh lapisan masyarakat Papua—justru dijadikan target serangan oleh kelompok separatis.
“Keji sekali. OPM membabi buta menembaki gereja—tempat kami berdoa, tempat kami berkomunikasi dengan Tuhan. Dua warga kami dibunuh ketika sedang membangun rumah Tuhan. Itu bukan tindakan manusia,” lanjutnya, penuh rasa marah dan sedih.
Halaman Selanjutnya
Insiden mengenaskan ini terjadi ketika sekelompok warga sedang membangun rumah ibadah GKI Imanuel Air Garam. Tanpa peringatan, anggota OPM datang dan melepaskan tembakan secara membabi buta menggunakan senapan mesin. Dua warga sipil yang sedang bekerja tewas di tempat, sementara yang lain berhasil melarikan diri menyelamatkan diri dari amukan peluru.