Skandal MinyaKita, Puluhan Distriutor dan Pengecer Nakal Kena Sanksi Kemendag

3 hours ago 1

Senin, 17 Maret 2025 - 08:18 WIB

Jakarta, VIVA – Berbagai modus pelanggaran dalam distribusi MinyaKita terus terjadi, mulai dari penjualan di atas harga eceran tertinggi (HET), distribusi berlapis yang memperpanjang rantai pasokan, hingga stok yang tidak merata di pasaran. Akibatnya, harga minyak goreng rakyat ini melonjak tajam dan tidak mudah ditemukan oleh masyarakat yang membutuhkan.

Terkait ini, Kementerian Perdagangan (Kemendag) bertindak tegas dengan melakukan pengawasan ketat terhadap 316 pelaku usaha di 23 provinsi sejak November 2024 hingga 12 Maret 2025. Hasilnya, 66 distributor dan pengecer terbukti melanggar aturan dan telah dijatuhi sanksi.

“Dari hasil pengawasan tersebut, sebanyak 66 pelaku usaha di tingkat distributor dan pengecer terbukti melanggar aturan dan telah dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (Dirjen PKTN) Kemendag, Moga Simatupang, dalam keterangannya, seperti dikutip pada Senin, 17 Maret 2025.

Moga menjelaskan, beberapa pelanggaran yang ditemukan antara lain penjualan MinyaKita di atas domestic price obligation (DPO) dan HET. “Selain itu juga penjualan MinyaKita antar-pengecer, bukan langsung ke konsumen akhir, yang memperpanjang rantai distribusi sehingga harga di tingkat konsumen melebihi HET, serta tidak adanya pembatasan penjualan oleh pengecer yang menyebabkan distribusi MinyaKita tidak merata,” sambungnya.

MinyaKita Tak Sesuai Takaran, Konsumen Bisa Dapat Uang Kembali

Tak hanya itu, sejumlah pelaku usaha juga terbukti tidak memiliki tanda daftar gudang (TDG) dan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) perdagangan yang sesuai. Ada pula yang tidak memberikan data dan informasi kepada petugas pengawas, hingga mengemas atau memproduksi MinyaKita dengan volume yang lebih sedikit dari takaran yang tertera pada label kemasan.

Bagi pelaku usaha yang kembali melanggar, Kemendag akan menjatuhkan sanksi lebih berat sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2024. Sanksi tersebut bisa berupa penarikan barang dari distribusi, penghentian sementara kegiatan usaha, penutupan gudang, hingga rekomendasi pencabutan izin usaha. 

Bahkan, jika melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha dapat dipidana dengan hukuman penjara maksimal lima tahun atau denda hingga Rp2 miliar.

Lebih lanjut, Moga berujar, Kemendag melalui Direktorat Metrologi dan Unit Metrologi Legal di Kabupaten/Kota juga telah melakukan pengawasan terhadap produk yang sudah beredar di pasaran (post market) dengan memeriksa 88 produsen/pengemas ulang (repacker) di 168 kabupaten/kota. Dari hasil pengawasan tersebut, sebanyak 40 produsen/repacker yang volume produknya tidak sesuai dengan label kemasan akan dikenai sanksi administratif dan diwajibkan segera melakukan perbaikan dengan pemantauan dari pemerintah daerah untuk mencegah kelangkaan.

Di sisi lain, Kemendag telah meminta produsen untuk menambah jumlah pasokan MinyaKita menjadi dua kali lipat, guna menjaga stabilitas pasokan dan harga barang kebutuhan pokok (bapok) selama hari besar keagamaan nasional (HBKN) Ramadan dan menjelang Idulfitri 2025. Permintaan ini didasarkan pada surat Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor BP.00.01/83/PDN/SD/02/2025 tertanggal 28 Februari 2025 yang ditujukan kepada produsen minyak goreng yang terdaftar dalam Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH).

Moga menegaskan, Kemendag bersama dengan Satgas Pangan Polri akan terus meningkatkan pengawasan terhadap produsen, distributor, dan pengecer. Langkah ini bertujuan untuk memastikan kelancaran distribusi, ketersediaan stok, serta kepatuhan terhadap HET MinyaKita sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Moga juga mengungkapkan, Kemendag bekerja sama dengan Satgas Pangan Polri guna menindaklanjuti proses hukum lebih lanjut untuk pelanggaran yang berpotensi dikenai sanksi pidana.

Halaman Selanjutnya

Bahkan, jika melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha dapat dipidana dengan hukuman penjara maksimal lima tahun atau denda hingga Rp2 miliar.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |