Jakarta, VIVA – Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, membeberkan biang kerok yang menjadi penyebab terjadinya disparitas harga sejumlah komoditas pangan, yang marak terjadi di berbagai wilayah Indonesia.
Hal itu diungkapkannya dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025, yang digelar secara virtual bersama Kementerian Dalam Negeri, Badan Pusat Statistik (BPS), dan para stakeholder terkait lainnya.
Dia mencontohkan sebagaimana yang terjadi pada harga daging ayam ras di sejumlah daerah. Dimana pada banyak wilayah harganya mencapai kisaran Rp 40-Rp 50 ribu per kilogram (kg), sementara di Lampung Selatan hanya sebesar Rp 19 ribu per kg.
"Jadi memang ada disparitas harga. Di satu sisi ada harga ayam ras Rp 40-Rp 50 ribu per kg, tapi di sisi lain harganya Rp 19 ribu per kg seperti yang terjadi di Lampung Selatan. Dan ini adalah persoalan distribusi," kata Amran, Selasa, 4 November 2025.
Pedagang daging ayam di pasar tradisional.
Photo :
- VIVA/Adi Suparman.
 
Kemudian masalah lainnya yakni adanya mafia pangan, sebagaimana yang terjadi pada harga komoditas beras beberapa waktu lalu. Dimana pemerintah telah berhasil mencokok 46 orang tersangka, yang diduga terlibat dalam praktik kotor tersebut.
"Mungkin kami salah, tapi terkadang ada orang yang memainkan dan mengambil keuntungan yang tidak kecil di masyarakat. Kemarin di kasus beras, ada kasus dimana dikatakan itu premium padahal beras menir, dan itu sudah 46 orang tersangka," kata Amran.
"Jadi ada middle man yang mempermainkan harga. Karena kita sebenarnya swasembada, tapi harga beras naik turun," ujarnya.
Parahnya, alih-alih memanipulasi beras dengan praktik mengoplos, para mafia itu bahkan melakukan penipuan dengan memasang label beras premium pada beras yang kualitasnya menir atau untuk pakan ternak.
"Jadi bukan persoalan oplos dan seterusnya, tetapi (beras) dikatakan premium sementara pecahannya (bulir beras) capai 59 persen, padahal seharusnya 14 persen," kaya Amran.
"Artinya itu beras menir, itu untuk konsumsi ayam atau pakan ternak, namun dilabeli sebagai beras premium," ujarnya.
Seorang pedagang beras Jujuk, di Pasar Karangayu ?Semarang, Jawa Tengah.
Photo :
- VIVA.co.id/ Dwi Royanto (Semarang)
 
Bahkan, lanjut Amran, praktik kotor itu menyebabkan kerugian bagi para konsumen, yang jumlahnya mencapai hingga Rp 10 triliun. Terlebih, permainan harga dan penipuan kualitas beras itu bahkan sampai berpengaruh dan turut mendorong terjadinya inflasi.
Halaman Selanjutnya
"Katakanlah harganya Rp 12 ribu per kg, padahal harusnya Rp 8.000. Tapi mereka jual Rp 17.000 per kg. Jadi jelas ada kerugian konsumen yang kalau sampai terjual 2 juta ton saja, itu kerugiannya mencapai Rp 10 triliun," kata Amran.
      

                        6 hours ago
                                1
                    








