Jakarta, VIVA – Industri digital disebut harus dapat perhatian serius dari pemerintah. Alasannya, sektor ini dinilai terbukti jadi salah satu penopang utama perekonomian nasional di tengah tekanan global.
Ekonom Piter Abdullah Redjalam mengatakan, ekosistem digital di Tanah Air punya potensi besar karena ditopang oleh populasi pengguna internet yang masif, dukungan regulasi, serta munculnya berbagai startup lokal yang kini berstatus unicorn.
Berdasarkan penelitian Prasasti, sektor digital dinilai jauh lebih efisien dibanding sektor tradisional. Hal ini terlihat dari Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang lebih rendah, artinya setiap rupiah yang diinvestasikan di sektor digital mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi lebih besar.
Salah satu tulang punggung utama ekonomi digital adalah layanan on-demand, seperti ojek online (ojol), taksi online, dan kurir online.
"Ekosistem ini bukan hanya menyambungkan pengemudi dengan konsumen, melainkan juga jutaan UMKM. Pada 2023, kontribusi ride hailing terhadap PDB mencapai Rp 382,62 triliun (2 persen PDB), sekaligus menyerap tenaga kerja di tengah badai PHK manufaktur," kata dia, Selasa, 28 Oktober 2025.
Namun, di tengah kontribusi besar itu, kini muncul polemik baru di sektor ojek online. Pemerintah sebelumnya telah menetapkan batas maksimum komisi 20 persen, dengan 5 persen diantaranya wajib dialokasikan untuk program kesejahteraan pengemudi.
Kebijakan tersebut justru menimbulkan perdebatan di kalangan driver yang merasa aplikator belum sepenuhnya berpihak pada kesejahteraan mereka.
Hasil survei Tenggara Strategics pada September 2025 terhadap 1.052 pengemudi aktif di Jabodetabek menunjukkan, sebanyak 82 persen driver lebih memilih potongan 20 persen tapi orderan ramai, ketimbang potongan 10 persen tapi orderan sepi.
Dari yang pernah mencoba platform dengan potongan 10 persen, 85 persen mengaku penghasilannya sama atau bahkan lebih rendah. Terkait status hubungan antara aplikator dan driver, mayoritas pengemudi ternyata tak mempermasalahkannya.
Survei menunjukkan 85 persen driver tidak keberatan dengan status sebagai mitra, karena fleksibilitas jam kerja tetap menjadi prioritas utama.
"Hasil survei juga menunjukkan bahwa dari sejumlah driver yang pernah mencoba platform dengan potongan 10 persen, 85 persen mengatakan penghasilan sama saja atau bahkan lebih rendah," katanya.
Hasil serupa juga ditunjukkan oleh survei Paramadina yang digelar di enam kota besar dengan 1.623 responden. Sebanyak 60,8 persen driver lebih memilih potongan 20 persen dengan insentif dan promo pelanggan, dibanding potongan 10 persen tanpa promo yang membuat orderan sepi.
Halaman Selanjutnya
"Temuan survei Paramadina, menegaskan bahwa bagi mayoritas driver, komisi bukanlah isu utama. Yang lebih penting adalah bagaimana aplikator memastikan stabilitas penghasilan harian melalui promo pelanggan, insentif, dan dukungan fasilitas lain," katanya.

4 weeks ago
13









