Dirjen HAM Sebut Eks Kapolres Ngada Melakukan Tindakan Keji yang Melanggar Kemanusiaan

2 hours ago 1

Kamis, 13 Maret 2025 - 16:05 WIB

Jakarta, VIVA – Mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja (WLS), diduga telah mencabuli tiga anak sekaligus yang masih berusia dibawah umur. Kementerian HAM atau Hak Asasi Manusia, mengecam tindakan tersebut.

Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM, Munafrizal Manan, mengatakan bahwa tindakan Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja merupakan tindakan keji yang melanggar dan mencederai rasa kemanusiaan.

"Kasus pencabulan anak di bawah umur yang dilakukan Kapolres Ngada sdr. Fajar Widyadharma Lukan Sumaatmaja (FWLS) sebagai tindakan keji yang melanggar dan mencederai rasa kemanusiaan," ujar Munafrizal Manan dalam keterangan tertulisnya, Kamis 13 Maret 2025.

Munafrizal menjelaskan, bahwa tindakan kriminal semacam ini perlu mendapatkan hukuman yang serius, karena telah mencoreng nama instansi. Bahkan, kasus ini juga mengikis kepercayaan publik pada komitmen pemerintah dalam melindungi hak-hak anak.

"Untuk itu, kami mengapresiasi atas Langkah yang telah dilakukan Polri dan tentunya mendorong untuk melakukan penegakan hukum terhadap pelaku sesuai dengan prosedur yang ada," kata Munafrizal.

Proses hukum memang tetap berjalan untuk Fajar Widyadharma. Namun, Munafrizal berharap pemerintah daerah dan pemangku kebijakan terkait agar tidak melupakan upaya remedi bagi anak yang menjadi korban. 

Korban harus mendapatkan sejumlah fasilitas mulai dari pengobatan fisik, psikis, dan sosial. Kemudian korban perlu didampingi psikososial, hingga pendampingan di peradilan mesti menjadi perhatian.

"Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak dan amanat dari undang-undang perlindungan anak maka seyogyanya pemerintah baik pusat maupun daerah benar-benar berperan aktif dalam melindungi anak-anak dari kejahatan seksual," ucap Munafrizal.

Lebih lanjut, kata Munafrizal, anak merupakan salah satu entitas yang masuk dalam kelompok rentan. Sehingga, mereka harus mendapatkan perlindungan khusus. 

"Perlindungan sudah semestinya menjadi tanggung jawab semua pihak yaitu orangtua, keluarga, masyarakat, dan negara termasuk aparat penegak hukum tentunya sebagaimana tertuang pada Undang-Undang HAM Pasal 52," sebutnya.

Penyebaran konten kekerasan seksual yang menimpa anak sebagai korban, menurut Munafrizal, menunjukkan kerentanan anak di dunia digital. Bahkan diakuinya, anak menjadi salah satu entitas paling rawan menjadi objek pelanggaran kekerasan seksual di dunia digital.

 "Oleh karena itu, Kami di KemenHAM mendorong ditegakkannya ketentuan terkait perlindungan anak dalam penyelenggaraan sistem elektronik serta mendorong segera dikeluarkannya Peraturan pemerintah terkait tentang Tata Kelola Perlindungan Anak dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik sebagaimana diamanahkan dalam Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik," kata Munafrizal.

Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM, meyakini perlu adanya sinergi semua pihak untuk mewujudkan perlindungan anak khususnya perlindungan dari kekerasan seksual sehingga dapat tercipta lingkungan yang aman bagi tumbuh kembang anak.

"Kita semua tentu berharap jangan ada kasus semacam ini lagi terjadi di kemudian hari, terlebih jika pelakunya merupakan aparat penegak hukum," tukasnya.

Kronologi Pengungkapan Kasus

Kasus ini bermula pada 23 Januari 2025, saat Ditreskrimum Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) menerima surat dari Divhubinter Polri. 

Surat tersebut berisi laporan dari Australian Federal Police (AFP) terkait dugaan kekerasan seksual yang dilakukan AKBP Fajar terhadap tiga anak di bawah umur di Ngada, NTT.

Setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut, pada 14 Februari 2025, kepolisian menemukan bahwa insiden tersebut terjadi pada Juni 2024. Nama AKBP Fajar pun disebut sebagai pelaku dalam kasus ini.

Kemudian, pada 20 Februari 2025, AKBP Fajar menjalani pemeriksaan di Propam Polda NTT. Selanjutnya, pada 24 Februari 2025, ia dibawa ke Jakarta untuk diperiksa lebih lanjut di Mabes Polri. 

Setelah serangkaian pemeriksaan, pada 4 Maret 2025, kasusnya resmi naik ke tahap penyidikan.

Kini, Fajar Widyadharma sudah dimutasi melalui telegram rahasia (TR) Kapolri yang disebar pada Kamis 13 Maret 2025 hari ini.

Halaman Selanjutnya

Lebih lanjut, kata Munafrizal, anak merupakan salah satu entitas yang masuk dalam kelompok rentan. Sehingga, mereka harus mendapatkan perlindungan khusus. 

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |