Moscow, VIVA – Ketegangan geopolitik antara Iran, Amerika Serikat, dan Israel kembali meningkat. Pemerintah Iran melalui perwakilannya di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara resmi mengajukan permintaan kepada badan dunia tersebut untuk mengecam ancaman terbuka yang dilontarkan terhadap Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei. Ancaman tersebut dinilai sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap hukum internasional dan Piagam PBB.
Tuduhan Iran: Ancaman Serius dari Trump dan Israel
Permintaan itu disampaikan oleh Perwakilan Tetap Iran untuk PBB, Amir Saeid Iravani, dalam surat resmi yang dikirim pada Jumat (27/6). Dalam surat itu, Iravani menyinggung pernyataan mengejutkan dari mantan Presiden AS Donald Trump yang diunggah di platform media sosial Truth Social. Trump menulis bahwa dirinya "tahu persis" lokasi keberadaan Ayatollah Khamenei, meskipun dia mengklaim tidak akan mengizinkan Israel atau militer AS untuk “mengakhiri hidupnya.”
Tak hanya itu, Trump juga menyatakan bahwa dirinya “telah menyelamatkan Khamenei dari kematian yang sangat buruk dan memalukan.” Ucapan tersebut langsung memicu kemarahan diplomatik dari pihak Iran.
Iran Nilai Pernyataan Trump Sebagai Hasutan Terorisme Negara
Dalam suratnya kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Iravani menyebut bahwa pernyataan tersebut bukan hanya retorika sembrono, melainkan ancaman eksplisit dan disengaja yang bertentangan dengan Pasal 2(4) Piagam PBB. Pasal tersebut dengan tegas melarang setiap bentuk ancaman atau penggunaan kekuatan terhadap integritas wilayah atau kedaulatan politik suatu negara.
Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei
Iran juga menegaskan bahwa ancaman terhadap Khamenei merupakan pelanggaran prinsip hukum internasional, termasuk prinsip imunitas kepala negara, yang menjamin para pemimpin dunia tidak dapat diganggu gugat oleh negara lain.
“Ini adalah bentuk hasutan yang nyata terhadap aksi terorisme negara,” tegas Iravani dalam surat tersebut.
PBB Diminta Ambil Sikap Tegas
Surat Iran ditujukan kepada sejumlah tokoh penting di PBB, yaitu:
- Sekjen PBB Antonio Guterres
- Presiden Dewan Keamanan PBB untuk bulan Juni, Duta Besar Guyana Carolyn Rodriguez-Birkett
- Presiden Majelis Umum PBB, Philemon Yang
Dalam suratnya, Iran menuntut resolusi kecaman resmi terhadap Amerika Serikat dan Israel, serta mendesak tindakan konkret untuk menjamin akuntabilitas atas ancaman yang dinilai ilegal secara internasional tersebut.
Misi Tetap Iran untuk PBB juga memposting pernyataan serupa di platform X (sebelumnya Twitter), yang menegaskan bahwa PBB harus menjalankan tanggung jawab hukumnya dalam merespons retorika berbahaya tersebut.
Khamenei Klaim Iran Menang Atas Israel dan AS
Sementara itu, dalam pidato publik pada Kamis (27/6), Ayatollah Ali Khamenei mendeklarasikan bahwa Iran telah memenangkan konfrontasi dengan Israel setelah 12 hari konflik bersenjata. Ia juga mengklaim bahwa Iran telah keluar sebagai pemenang dalam ketegangan terbaru dengan Amerika Serikat, meskipun AS telah meluncurkan serangan ke beberapa fasilitas nuklir Iran.
Situasi Global Kian Panas
Ketegangan ini terjadi di tengah memburuknya hubungan antara Teheran, Tel Aviv, dan Washington, menyusul eskalasi militer yang terus berulang di Timur Tengah. Ancaman terhadap pemimpin tertinggi Iran dianggap sebagai pemicu baru yang bisa memperparah ketidakstabilan kawasan. Banyak pihak internasional mulai menyerukan langkah-langkah deeskalasi dan diplomasi untuk menghindari konflik yang lebih luas.
Iran Desak PBB Tegas Hadapi Ancaman terhadap Kedaulatan Negara
Pernyataan keras Iran di PBB menjadi sinyal bahwa negara tersebut tidak akan tinggal diam atas ancaman terhadap tokoh tertingginya. Melalui jalur diplomasi, Iran mendesak komunitas internasional — khususnya PBB — untuk menegakkan prinsip-prinsip hukum internasional dan mencegah terjadinya praktik terorisme yang dilakukan oleh negara-negara kuat. (Antara)
Halaman Selanjutnya
Iran juga menegaskan bahwa ancaman terhadap Khamenei merupakan pelanggaran prinsip hukum internasional, termasuk prinsip imunitas kepala negara, yang menjamin para pemimpin dunia tidak dapat diganggu gugat oleh negara lain.