Jakarta, VIVA - Pernyataan Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah yang mengusulkan penerapan pajak tinggi terhadap pembangunan rumah tapak di perkotaan demi mendorong masyarakat tinggal di hunian vertikal dikritik DPR. Usulan pendiri Partai Gelora itu dinilai bisa menimbulkan problem baru.
Demikian disampaikan politikus PDIP yang juga Anggota DPR RI, Irine Yusiana Roba Putri. Irine mengkritisi gagasan Fahri tak hanya akan membebani masyarakat sebagai konsumen. Tapi, berpotensi menghantam sektor properti nasional yang saat ini masih berjuang pulih dari dampak ekonomi pasca-pandemi Covid-19.
Dia bilang kebijakan dengan pajak tinggi justru menciptakan biaya tinggi bagi pembeli. Kondisi itu akan membuat penjualan rumah tapak anjlok.
“Dan, pastinya semakin banyak masyarakat yang tidak bisa membeli hunian pribadi khususnya keluarga muda serta masyarakat dari kelas menengah," kata Irine, dalam keterangannya, Senin, 16 Juni 2025.
Irine bilang pajak tinggi bagi rumah tapak juga dapat menimbulkan dampak sosial. Menurut dia, harga rumah yang semakin mahal justru membuat masyarakat semakin sulit memiliki hunian pribadi.
"Karena banyak yang tidak bisa beli rumah, akhirnya timbul masalah-masalah psikologis keluarga," jelas Irine.
Wakil Menteri PKP, Fahri Hamzah
Photo :
- VIVA.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham
Dia memahami niat baik Fahri yang mungkin menginginkan Indonesia semakin modern dengan hunian vertikal. Namun, ia mengingatkan pembangunan hunian bertingkat ini perlu didukung oleh rencana dan infrastruktur yang memadai. Adapun realitanya saat ini fasilitas pendukung di Tanah Air dalam hal ini masih jauh dari kata 'optimal'.
"Mungkin niatnya supaya Indonesia semakin modern seperti negara-negara maju, tapi harus dilihat dulu, Indonesia sudah siap belum? Banyak infrastruktur pendukung dan fasilitas layanan belum optimal kok untuk masyarakat," jelas Irine.
"Lagipula, belum semua orang di Indonesia bisa hidup dengan budaya tinggal di hunian vertikal seperti apartemen yang biasanya hidup lebih tertutup," tutur Legislator PDIP dari Dapil Maluku Utara itu.
Lebih lanjut, ia mengingatkan pentingnya kajian mendalam bersama pemangku kepentingan seperti pengembang, Badan Pertanahan Nasional (BPN), masyarakat, dan pemda. Dengan demikian, keputusan tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan dampaknya terukur.
"Perlu kajian mendalam terlebih dulu melalui diskusi dg pemangku kepentingan seperti pengembang, BPN, masyarakat, pemda, dan pihak terkait lainnya. Yang perlu didalami seperti apa dampaknya, apa kelebihan dan kekurangannya bagi tiap pihak, jika mau dinaikkan berapa persen naiknya," ujar Irine.
"Jadi semua ada dasarnya, berdasarkan riset dan fakta, sehingga argumentasinya bisa dipertanggung jawabkan dan dampaknya bisa diantisipasi," lanjut Irine.
Bagi Irine, pemerintah dalam hal ini Kementerian PKP mesti lebih dulu memikirkan kondisi budaya di Tanah Air. Ia bilang demikian karena warga RI memiliki budaya dengan tingkat sosial yang tinggi. Hal itu seperti misalnya melaksanakan ronda bersama, dan aktivitas kemasyarakatan lainnya yang jarang ditemukan di hunian vertikal.
"Bisa berubah? Ya pasti bisa, seperti di negara-negara maju. Toh juga sekarang sudah cukup banyak warga Indonesia yang memilih tinggal di apartemen. Tapi untuk secara keseluruhan, pasti butuh proses, tidak ujug-ujug bisa langsung," ujar Irine.
Menurut dia, perubahan kultur dari rumah tapak ke hunian vertikal, biarkan berjalan alamiah. "Tidak bisa dipaksakan lewat kebijakan menaikkan pajak hunian. Itu malah bisa menimbulkan efek domino," tutur Irine.
Sebelumnya, Wamen PKP Fahri Hamzah mengusulkan pajak tinggi pada rumah tapak yang ada di perkotaan untuk mendorong masyarakat perkotaan tinggal di hunian vertikal seperti rumah susun dan apartemen.
Menurut politikus Partai Gelora itu, saat ini di perkotaan sudah tidak ada tanah lagi untuk membangun rumah tapak. Dengan demikian, perlu dibangun hunian vertikal untuk memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal.
Halaman Selanjutnya
Dia memahami niat baik Fahri yang mungkin menginginkan Indonesia semakin modern dengan hunian vertikal. Namun, ia mengingatkan pembangunan hunian bertingkat ini perlu didukung oleh rencana dan infrastruktur yang memadai. Adapun realitanya saat ini fasilitas pendukung di Tanah Air dalam hal ini masih jauh dari kata 'optimal'.