Seoul, VIVA – Pemilihan presiden Korea Selatan yang digelar hari ini, 3 Juni 2025, menunjukkan arah kemenangan bagi kandidat liberal Lee Jae-myung.
Berdasarkan hasil exit poll, Lee dari Partai Demokrat diproyeksikan unggul atas dua pesaing utamanya dan siap melangkah ke kursi kepresidenan.
Menurut laporan BBC Internasional, jajak pendapat yang dilakukan oleh tiga stasiun televisi besar di Korsel, yakni KBS, MBC, dan SBS, menunjukkan bahwa Lee memperoleh dukungan sebesar 51,7 persen suara.
Sementara itu, rival konservatifnya dari Partai Kekuatan Rakyat, Kim Moon-soo, hanya meraih 39,3 persen. Di posisi ketiga, kandidat Partai Reformasi, Lee Jun-seok, diprediksi mendapatkan 7,7 persen suara.
Kandidat capres pada Pemilu Korea Selatan
Hasil serupa juga ditunjukkan oleh exit poll dari jaringan televisi JTBC, yang memproyeksikan kemenangan Lee dengan perolehan 50,6 persen, dibandingkan Kim yang memperoleh 39,4 persen.
Pilpres kali ini digelar dalam situasi politik yang tidak biasa, menyusul pencopotan Presiden Yoon Suk-yeol pada April lalu.
Yoon diberhentikan dari jabatannya setelah memicu kontroversi dengan penerapan darurat militer yang dinilai merugikan publik pada akhir tahun 2024. Sebagai akibatnya, masa transisi kepemimpinan selama dua bulan yang biasanya terjadi pun ditiadakan.
Ilustrasi wisata Korea Selatan
Presiden baru dijadwalkan mulai menjabat langsung pada hari Rabu, 4 Juni 2025, sehari setelah pemilihan. Ketika hasil exit poll diumumkan, suasana di ruang sidang Majelis Nasional, tempat para pejabat Partai Demokrat berkumpul, dipenuhi dengan tepuk tangan dan sorak sorai.
Kekalahan Kim Moon-soo dinilai diperparah oleh kegagalan kubu konservatif menyatukan kekuatan. Upaya mantan sekutu Presiden Yoon untuk meyakinkan kandidat Partai Reformasi, Lee Jun-seok, agar mengundurkan diri guna menghindari perpecahan suara di kubu kanan, tidak membuahkan hasil.
Halaman Selanjutnya
Yoon diberhentikan dari jabatannya setelah memicu kontroversi dengan penerapan darurat militer yang dinilai merugikan publik pada akhir tahun 2024. Sebagai akibatnya, masa transisi kepemimpinan selama dua bulan yang biasanya terjadi pun ditiadakan.