Jakarta, VIVA – Sejarah Jakarta yang ditandai dengan pembebasan Sunda Kelapa dari cengkeraman Portugis oleh pasukan yang dipimpin Fatahillah pada 22 Juni 1527 dan kini diperingati sebagai Hari Jadi Kota Jakarta, sejatinya adalah peringatan atas perjuangan bersama warga masyarakat dari berbagai daerah yang layak disebut sebagai Koalisi Nusantara. Karenanya, peringatan hari ulang tahun (HUT) Jakarta perlu dirayakan bersama dengan daerah yang turut berjuang membebaskan Sunda Kelapa yang kini disebut Jakarta.
Hal itu dinyatakan peneliti sejarah Islam, Sariat Arifia, dalam konteks menyambut HUT ke-498 Kota Jakarta tahun 2025 ini. “Tidak akan ada Jakarta kalau tidak ada pasukan koalisi yang didukung Demak, Cirebon, Jepara, Tuban dan Gresik pimpinan Fatahillah dari Pasai (Lhokseumawe, sekarang). Itu hasil perjuangan bersama” kata H. Sariat Arifia, Kamis (3/7/2025).
Sariat yang sudah lima tahun lebih melakukan penelitian lapangan tentang Fatahillah dengan metode grounded theory dengan pendanaan mandiri, berharap Museum Perjuangan Jakarta Fatahillah dikembangkan koleksi dan narasinya dengan koleksi yang memperlihatkan koneksitas dengan daerah lain yang ikut berjuang membebaskan Jakarta dari cengkeraman penjajah. Dengan begitu, konsepsi Museum Fatahillah bisa memberikan gambaran yang lebih utuh terkait sejarah Kota Jakarta..
“Perlu ada narasi dan koleksi benda-benda sejarah yang terkait dengan perjuangan pembebasan Sunda Kelapa dari Pasai, Demak, Cirebon, Tuban, dan daerah-daerah lain yang turut serta. Perlu juga dilengkapi dengan narasi kaitan pembebasan Sunda Kelapa dengan upaya pembebasan Malaka oleh Pateh Unus, karena itu merupakan rangkaian juga,” ujar Sariat.
Diungkapkan, waktu itu Sunda Kelapa merupakan pelabuhan yang menakjubkan dan terpenting di antara pelabuhan lainnya karena menjadi tempat perdagangan terbesar dijalankan, di mana semua orang berdatangan dari Sumatera, Palembang, Laue, Tanjungpura (Tamjompura), Malaka, Makassar, Jawa, Madura, dan banyak lagi. Sunda Kelapa menjadi simpul perdagangan rempah-rempah dunia. Letak Pelabuhan Sunda Kelapa berada dua hari perjalanan dari pusat kekuasaan Pakuan Pajajaran, Kota Dayo, tempat sang raja tinggal. Karena itulah, pelabuhan ini dianggap sebagai yang terpenting.
Hal lain yang relevan diketahui dalam konteks HUT Jakarta adalah rentang waktu dan proses perjuangannya cukup Panjang. Perlu dipahami secara utuh, proses perjuangan dan pembentukan koalisi pembebas Jakarta memakan waktu cukup panjang. Dimulai dari penyerangan Portugis ke Kerajaan Pasai, keberangkatan Fatahillah ke Tanah Suci, uapaya pembebasan Malaka dari kekuasaan Portugis oleh Pateh Unus, kedatangan Fatahillah ke Demak dan Cirebon yang dilanjutkan dengan pengalangan dukungan untuk membebaskan Sunda Kelapa.
Menanggapi hasil penelitian ini, Lukmanul Hakim, DPRD DKI Jakarta mengusulkan agar setiap peringatan HUT Kota Jakarta mengundang daerah-daerah yang dulu ikut mendukung pembebasan Sunda Kelapa sebagai pengakuan adanya kebersamaan perjuangan. “Mengundang daerah yang punya kontribusi historis, menurut saya, itu cakep. Keren kalau dilakukan,” kata politisi yang akrab disapa Bang Lukman.
Selain mengundang daerah yang punya kontribusi historis, Lukman juga mengusulkan agar Museum Fatahillah sebaiknya dikuatkan menjadi Museum Perjuangan Jakarta Fatahillah supaya kita tahu bahwa lahirnya Jakarta adalah hasil perjuangan daerah-daerah lain. Rangkaian prosesnya cukup panjang. Peristiwa yang dijadikan momentum HUT Jakarta bukan peristiwa yang berdiri sendiri, karenanya layak diperingati secara bersama karena faktanya itu adalah hasil perjuangan bersama warga Nusantara.”
Berdasarkan catatan sejarah, Fatahillah yang lahir dan dibesarkan di Pasai, melakukan hijrah ke tanah Jawa untuk menggalang perlawanan yang berhasil mengalahkan Portugis di Sunda Kelapa. Setelah berhasil membebaskan Sunda Kelapa, dia mengganti nama kota ini menjadi Jacarta ( Ja-karta ) yang berarti Kota Kemenangan. Ada perdebatan pendapat posisi Fatahillah atau Faletehan pasca terusirnya Portugis dari Sunda Kelapa. Ada yan menyebut dia menjadi Adipati di Ja-karta, ada pula yang menyebut dia kembali ke Demak dan ada yang menyebutnya ke Cirebon, bahkan ada kisah dia memilih ke Banten.
Sariat Arifia menyatakan, “Cerita lengkap Fatahillah sudah kami dalami dan akan kami ungkapkan dalam buku yang kami siapkan. Bukan hanya kemana Fatahillah pasca-kemenanga di Sunda Kelapa, namun Dimana dia wafat dan dimakamkan, sudah kami kaji dan dalami secara cermat. Tunggu pubikasi hasil penelitian kami,” tukasnya
Halaman Selanjutnya
Selain mengundang daerah yang punya kontribusi historis, Lukman juga mengusulkan agar Museum Fatahillah sebaiknya dikuatkan menjadi Museum Perjuangan Jakarta Fatahillah supaya kita tahu bahwa lahirnya Jakarta adalah hasil perjuangan daerah-daerah lain. Rangkaian prosesnya cukup panjang. Peristiwa yang dijadikan momentum HUT Jakarta bukan peristiwa yang berdiri sendiri, karenanya layak diperingati secara bersama karena faktanya itu adalah hasil perjuangan bersama warga Nusantara.”