Masjid Hudaibiyah: Tempat Miqat yang Menyimpan Jejak Besar Perjuangan Islam

1 day ago 7

Sabtu, 31 Mei 2025 - 13:43 WIB

Makkah, VIVA – Di balik kesederhanaannya, Masjid Hudaibiyah menyimpan jejak sejarah besar perjuangan Islam. Terletak sekitar 22 kilometer dari Kota Makkah menuju Jeddah, masjid ini menjadi salah satu lokasi miqat—tempat dimulainya niat ihram—yang kerap dipilih jemaah haji dan umrah dari berbagai penjuru dunia.

Jika dibandingkan dengan tiga tempat miqat populer lainnya seperti Bir Ali, Taneem, dan Ji’ranah, Masjid Hudaibiyah memang tampak sederhana. Bangunannya tidak begitu besar, area parkirnya terbatas, dan fasilitas kamar mandi pun seadanya. Namun, justru di balik kesederhanaan inilah tersimpan kisah monumental yang mengubah arah sejarah Islam.

Penunjuk jalan Masjid Hudaibiyah

Tapak Jejak Perjanjian Hudaibiyah
Nama Hudaibiyah lekat dengan sebuah peristiwa penting dalam sejarah dakwah Nabi Muhammad SAW, yakni Perjanjian Hudaibiyah. Peristiwa ini terjadi pada bulan Dzulqa’dah tahun ke-6 Hijriah, saat Rasulullah bersama sekitar seribu pengikutnya berangkat dari Madinah menuju Makkah dengan niat untuk menunaikan umrah.

Namun, rencana damai tersebut mendapat penolakan dari kaum Quraisy Makkah. Mereka menaruh curiga dan mengirimkan utusan untuk mencegah kedatangan kaum Muslimin. Kepada utusan Quraisy, Rasulullah menegaskan bahwa niatnya murni untuk beribadah, bukan berperang. Tapi, keraguan pihak Quraisy tetap membara.

Rasulullah bahkan mengutus Usman bin Affan untuk menyampaikan niat baik itu. Namun, ketika Usman tak kunjung kembali, muncul desas-desus bahwa ia telah dibunuh. Kabar ini memicu kegelisahan luar biasa di antara para sahabat.

Puing-puing bangunan masjid tua Hudaibiyah

Di tengah ketegangan, Nabi Muhammad SAW memimpin para pengikutnya dalam sebuah sumpah setia yang kelak dikenal sebagai Bai’atul Ridwan. Mereka meletakkan tangan di atas pedang sebagai tanda kesiapan menghadapi apapun demi membela kebenaran dan persaudaraan.

Sumpah ini mengguncang keyakinan kaum Quraisy. Mereka pun akhirnya mengirim Suhail bin Amr untuk berunding dengan Rasulullah. Perundingan tersebut melahirkan Perjanjian Hudaibiyah, sebuah kesepakatan gencatan senjata selama 10 tahun antara kaum Muslimin Madinah dan Quraisy Makkah.

Meski tampak berat sebelah dan mengecewakan bagi sebagian sahabat karena dianggap merugikan pihak Muslim, Rasulullah melihat perjanjian ini sebagai kemenangan besar.

“Ini adalah kemenangan nyata,” begitu keyakinan Rasulullah yang kemudian terbukti. Belum genap 10 tahun, kaum Quraisy melanggar perjanjian, dan pelanggaran itu menjadi jalan menuju pembebasan Kota Makkah oleh kaum Muslimin.

Masjid Tua yang Menyimpan Memori

Puing-puing bangunan masjid tua Hudaibiyah


Di lokasi bersejarah inilah, kini berdiri Masjid Asy-Syumaisi Hudaibiyah, tempat jemaah mengambil miqat. Masjid ini tak lebih dari 1.000 meter persegi, berdiri persis di pinggir jalan lama menuju Jeddah. Meski ukurannya kecil, keberadaannya sangat berarti bagi umat Islam yang mengenang perjuangan Rasulullah di tanah ini.

Tepat di sebelah utara masjid, terdapat sisa bangunan tua—reruntuhan masjid lama yang diyakini menjadi saksi bisu perjanjian penting itu. Meski tak lagi utuh, dindingnya yang tersusun dari batu gunung dan tanah liat masih berdiri kokoh. Tebalnya mencapai satu hasta, dan tanpa atap.

Bangunan masjid tua ini memang tidak lagi digunakan untuk salat, tapi daya tariknya justru makin kuat. Para peziarah dan jemaah umrah kerap menyempatkan diri berfoto di depan reruntuhan itu, seolah ingin membingkai ulang satu babak penting dalam sejarah peradaban Islam.

Napak Tilas Spiritualitas
Mengambil miqat di Masjid Hudaibiyah bukan sekadar melafalkan niat ihram. Bagi banyak jemaah, ini adalah perjalanan spiritual sekaligus napak tilas perjuangan Rasulullah dan sahabat-sahabatnya. Setiap langkah di kawasan ini seolah mengingatkan umat pada semangat damai, kesabaran, dan strategi yang penuh hikmah dari Rasulullah SAW dalam menghadapi konflik.

Masjid Hudaibiyah mungkin tidak semegah miqat lainnya. Namun nilai sejarah dan spiritualnya justru menjadikannya salah satu tempat paling bermakna di sekitar Tanah Haram.
 

Halaman Selanjutnya

Di tengah ketegangan, Nabi Muhammad SAW memimpin para pengikutnya dalam sebuah sumpah setia yang kelak dikenal sebagai Bai’atul Ridwan. Mereka meletakkan tangan di atas pedang sebagai tanda kesiapan menghadapi apapun demi membela kebenaran dan persaudaraan.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |