Jakarta, VIVA – Sektor pertambangan dinilai berperan strategis dalam pembangunan bangsa RI. Pemerintah saat ini mengizinkan ormas keagamaan bisa dapat akses kepemilikan dan pengelolaan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).
Hal itu jadi agenda pembicaraan dalam elantikan Pengurus DPW DK Jakarta Asosiasi Pertambangan Warga Nusantara (APWNU) di Jakarta, Kamis kemarin. APWNU merupakan kumpulan para pemilik tambang, pelaku jasa pertambangan, supplier dan investor warga Nahdlatul Ulama untuk mengawal tata kelola pertambangan yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Kesiapan APWNU untuk merespons Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Keempat atas UU Minerba, pemerintah beri peluang baru bagi ormas keagamaan, koperasi, UMKM, hingga perguruan tinggi memiliki dan mengelola WIUPK.
Sekretaris Jenderal APWNU, Joko Suprianto mengatakan kebijakan pemerintah merupakan terobosan luar biasa yang buka akses pengelolaan tambang lebih luas dan inklusif. Dengan demikian, menurut dia, manfaat sektor pertambangan dapat dirasakan oleh masyarakat secara lebih merata. Pun, tata kelola pertambangan menjadi lebih transparan dan berkeadaban.
Joko menambahkan, APWNU dibentuk sebagai wadah bagi warga NU yang bergerak di bidang pertambangan mulai dari pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP), jasa pertambangan, hingga transportasi.
Dia menuturkan APWNU mendukung upaya pemerintah dan pemangku kepentingan untuk mengendalikan praktik ilegal. Selain itu, memperkuat tata kelola pertambangan yang legal dan berkelanjutan.
Ia bilang sekitar 100 titik tambang tergabung dalam asosiasi tersebut sudah tersebar di sejumlah provinsi dengan komoditas utama batubara, nikel, emas, bauksit, dan pasir yang pengelolanya adalah warga Nahdliyin (NU).
"Fokus utama kami adalah menambang secara legal. Jika ada anggota yang menambang secara ilegal, maka akan kami keluarkan. Ini prinsip kami," kata Joko, dalam keterangannya, dikutip pada Jumat, 30 Mei 2025.
Dia menjelaskan pendekatan secara sosial kepada masyarakat sekitar jadi ciri khas APWNU. Upaya itu seperti melalui kegiatan tahlilan, dan komunikasi terbuka, asosiasi berusaha menghilangkan jarak antara masyarakat dan pelaku usaha tambang.
"Kami juga berkomitmen bahwa hasil tambang harus dirasakan dampaknya kepada masyarakat luas. Bukan oleh segelintir, karena kekayaan alam adalah untuk kemaslahatan umat manusia," jelas Joko.
Joko juga menambahkan bahwa APWNU merupakan bagian dari NU secara nilai dan kultural. Namun, bukan badan otonom atau struktur resmi organisasi.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Ulil Abshar Abdalla mengatakan para pengusaha tambang yang berlatar belakang NU merupakan bagian dari kebijakan inklusif pemerintah dalam pengelolaan sumber daya alam.
Terkait keterkaitan dengan konsesi yang dikelola PBNU, Ulil menuturkan asosiasi tersebut tak terkait dengan tambang dikelola oleh PBNU.
"Ini usaha yang berdiri sendiri. Jadi tidak ada sangkut-pautnya dengan konsesi tambang milik PBNU. Mereka bukan mengatasnamakan PBNU, hanya berlatar belakang NU," jelas Ulil.
Selain Ulil Abshar, acara refleksi pertama APWNU itu dihadiri Wakil Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Ahmad Riza Patria, dan Ketua Umum APWNU, Imam Subali.
Halaman Selanjutnya
Dia menjelaskan pendekatan secara sosial kepada masyarakat sekitar jadi ciri khas APWNU. Upaya itu seperti melalui kegiatan tahlilan, dan komunikasi terbuka, asosiasi berusaha menghilangkan jarak antara masyarakat dan pelaku usaha tambang.