Surakarta, VIVA – Majelis Pengadilan Negeri (PN) Kota Surakarta memutuskan menghentikan perkara ijazah Presiden ke-7 Indonesia, Joko Widodo (Jokowi).
Dalam amar putusan perkara nomor 99/Pdt.G/2024/PN.Skt itu, Majelis Hakim yang diketuai oleh Putu Haryadi memutuskan tiga poin.
Pertama, mengabulkan eksepsi kompetensi absolut para tergugat. Kedua, menyatakan PN Kota Solo tidak berwenang mengadili perkara itu. Ketiga, menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 506 ribu.
Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) di kediamannya
Majelis hakim menyatakan menerima eksepsi kompetensi absolut dari para tergugat, yakni Presiden Jokowi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Solo, SMA Negeri 6 Surakarta, dan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Kuasa hukum Jokowi, YB Irpan mengatakan sehubungan dengan gugatan oleh para tergugat dalam menanggapi atas gugatan tersebut baik dalam bentuk jawaban maupun di dalam dupliknya masing-masing tergugat telah menyampaikan esepsi mengenai kompetensi absolut.
"Artinya para tergugat atas gugatan tersebut berpendapat bahwa Pengadilan Negeri Surakarta tidak berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tersebut," kata YB Irpan.
Ia melanjutkan hal ini dengan alasan bahwa gugatan tersebut ditujukan terhadap Joko Widodo terkait dengan adanya dugaan pengguna ijazah palsu dalam mencalonkan diri sebagai wali kota Surakarta, gubernur DKI Jakarta dan sebagai presiden RI.
Dengan adanya putusan sela oleh majelis hakim putusan, perkara di dalam amarnya mengabulkan eksepsi kompetensi absolut para tergugat.
"Maka, berakhirlah sudah perkara tersebut untuk tidak berlanjut dalam pemeriksaan pokok perkara. Kecuali banding, dan di dalam putusan banding hakim pengadilan tingkat banding berpendapat lain," imbuh dia.
Apabila banding dikabulkan dan putusan sela dibatalkan, maka PN Surakarta dapat kembali melanjutkan pemeriksaan pokok perkara lebih lanjut.
Laporan Mahfira Putri/tvOne Surakarta
Halaman Selanjutnya
Ia melanjutkan hal ini dengan alasan bahwa gugatan tersebut ditujukan terhadap Joko Widodo terkait dengan adanya dugaan pengguna ijazah palsu dalam mencalonkan diri sebagai wali kota Surakarta, gubernur DKI Jakarta dan sebagai presiden RI.