Soroti Perpres 46 soal Pengadaan Barang dan Jasa, ICW: Banyak Potensi Konflik Kepentingan

1 day ago 8

Jakarta, VIVA – Indonesia Corruption Watch (ICW) turut memberikan sorotan terhadap adanya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 tahun 2025 yang merupakan perubahan kedua atas Peraturan Presiden nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. ICW menilai ada sejumlah pasal yang justru menjadi syarat munculnya konflik kepentingan.

Salah satu pasal yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan adalah Pasal 38 ayat 5 dan Pasal 41 ayat 5. Dalam pasal tersebut intinya membahas tentang adanya penunjukan langsung dari Presiden terkait sebuah tender pengadaan barang dan jasa.

"Dalam dua pasal ini, itu ada perluasan ruang lingkup penunjukan langsung untuk program prioritas presiden, yang mana ketentuan ini membuka celah bagi interpretasi yang sangat subjektif bagi menteri, maupun kepala lembaga, ataupun menteri," ujar Peneliti ICW Erma Nuzulia Syifa di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu 11 Juni 2025.

"Pengguna anggaran Itu untuk membuat suatu dokumen, pernyataan bahwa suatu pengadaan itu program prioritas presiden yang mana nanti dapat dianalisis dan menggunakan metode penunjukan langsung," lanjutnya.

Erma menyebut isi pasal tersebut justru banyak metode memaparkan potensi kuat terjadi konflik kepentingan.

"Kalau misalnya untuk menghindari potensi konflik kepentingan, memang yang paling baik itu adalah tender. Karena sangat terbuka, sangat transparan, semua orang bisa ikut sesuai dalam persyaratan," kata Erma.

Sejatinya, Pemerintah Indonesia membuat kebijakan yang justru tidak menimbulkan tindak pidana korupsi dalam lingkup pengadaan barang dan jasa.

"Tetapi pada kenyataannya memang setelah adanya perpres, dari tahun 2016, perpres baru sampai saat ini, belum ada perubahan kebijakan yang secara spesifik mengatur atau memperbaiki sistem yang ada," beber Erma.

Erma menyebut ada beberapa sektor strategis yang seharusnya langsung menyentuh publik. Sebab, pengadaan barang dan jasa itu tidak hanya untuk kepentingan operasional pemerintah dan juga pemerintah daerah, melainkan juga pengadaan tersebut memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan atau fasilitas publik.

"Kemudian, selain menunjuk penyediaan ini memiliki potensi konflik kepentingan, ini juga berpotensi mengancam persiangan usaha tidak sehat," imbuhnya.

Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat sepanjang tahun 2019-2023 ada sebanyak 1.189 kasus dugaan korupsi berupa pengadaan barang dan jasa. Bahkan, ribuan pelakunya pun sudah ditetapkan menjadi tersangka.

"Data dari ICW menunjukkan bahwa sepanjang 2019 hingga 2023, itu terdapat 1.189 kasus korupsi pengadaan barang dan jasa, dengan 2.898 tersangka," ujar Peneliti ICW, Erma Nuzulia Syifa di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu 11 Juni 2025.

Erma menjelaskan bahwa dari dua ribu lebih tersangka, mereka mayoritas berasal dari pejabat negara yang meliputi dari Kepala Daerah dan pejabat di Kementerian.

"(Tersangka) mayoritas diantaranya itu adalah pejabat negara, baik itu dari kepala daerah maupun di kementerian, dan juga lembaga negara, kemudian juga dari pihak swasta, aparatur desa, dan juga pejabat BUMN dan BUMD," kata Erma.

Lebih lanjut, Erma menuturkan bahwa ICW memiliki catatan bahwa kasus korupsi yang masih marak terjadi yakni berupa kasus korupsi yang menyebabkan kerugian negara.

"Kemudian juga jenis korupsi yang paling dominan, ini adalah kemudian keuangan negara, itu sebanyak 1.101 kasus," kata Erma.

Erma menyebut, kasus korupsi berupa yang menyebabkan kerugian negara memiliki kecenderungan meningkat setiap tahunnya.

"Apalagi di tahun 2022, kalau kita lihat di tabel ini di 2019 sampai 2023, itu total potensi ketugian keuangan negaranya itu sampai Rp47 triliun. Yang mana bisa dilihat juga di tahun 2022, itu ada total Rp32 triliun potenai Kerugian Keuangan Negaranya, kemudian di kasus suap, itu ada Rp439 miliar, dan juga ada pencucian uang sebesar Rp279 miliar," bebernya.

Lantas, Erma menilai bahwa catatan ICW ini justru bisa mengkritiki terkait Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 tahun 2025 yang merupakan perubahan kedua atas Peraturan Presiden nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

"Bagaimana kebijakan pengadaan barang dan jasa ini seharusnya diatur kembali, diperbaiki, yang bisa mencegah korupsi begitu," imbuhnya.

Halaman Selanjutnya

Sejatinya, Pemerintah Indonesia membuat kebijakan yang justru tidak menimbulkan tindak pidana korupsi dalam lingkup pengadaan barang dan jasa.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |