Jakarta, VIVA – Drama skandal kredit jumbo PT Sri Rejeki Isman Tbk alias Sritex kian memanas. Kejaksaan Agung RI resmi membeberkan peran delapan tersangka baru yang diduga menjadi aktor kunci dalam praktik korupsi pemberian fasilitas kredit oleh tiga bank pelat merah kepada perusahaan tekstil ternama tersebut.
Delapan tersangka ini berasal dari jajaran strategis Sritex, Bank DKI, Bank BJB, dan Bank Jateng. Dalam jumpa pers pada Selasa dini hari, 22 Juli 2025, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo menguraikan satu per satu peran mereka.
Dirdik Jampidsus Nurcahyo Jungkung Madyo (ketiga kiri).
Photo :
- Dok. Kejaksaan Agung
1. Allan Moran Severino (Direktur Keuangan PT Sritex 2006–2023)
Allan disebut sebagai otak utama pengajuan kredit ke Bank DKI. Ia memproses pencairan kredit dengan menggunakan invoice fiktif sebagai jaminan. Parahnya, dana kredit yang seharusnya digunakan untuk modal kerja justru dipakai melunasi utang Medium Term Note (MTN). Dia menggunakan underlying fiktif dan dana tidak sesuai peruntukan.
2. Babay Farid Wazadi (Direktur Kredit UMKM dan Direktur Keuangan Bank DKI 2019–2022)
Sebagai pihak yang berwenang menyetujui kredit, Babay dianggap lalai. Ia menyetujui pencairan kredit tanpa mempertimbangkan utang Sritex di BRI dan tidak mengecek kondisi keuangan perusahaan secara menyeluruh.
3. Pramono Sigit (Direktur Teknologi dan Operasional Bank DKI 2015–2021)
Pramono juga menjadi pengambil keputusan dalam pemberian kredit. Namun, seperti Babay, ia tidak melakukan analisis kelayakan terhadap Sritex sebelum pencairan dana.
4. Yuddy Renaldi (Direktur Utama Bank BJB 2009–Maret 2025)
Yuddy menyetujui peningkatan plafon kredit Sritex hingga Rp350 miliar. Padahal, ia mengetahui bahwa laporan keuangan Sritex tidak mencantumkan kredit eksisting sebesar Rp200 miliar yang menjadi beban tambahan perusahaan.
5. Benny Riswandi (SEVP Bank BJB 2019–2023)
Benny memutuskan pemberian kredit modal kerja Rp200 miliar tanpa memperhatikan prinsip 5C (character, capacity, capital, collateral, dan condition). Ia juga tidak mengevaluasi kondisi riil Sritex yang saat itu mengalami penurunan produksi dan ekspor. Padahal, SLIK OJK sudah memperlihatkan kondisi keuangan Sritex yang mengkhawatirkan.
6. Supriyatno (Dirut Bank Jateng 2014–2023)
Supriyatno disebut menyetujui pemberian kredit tanpa membentuk komite kelayakan. Ia juga tahu bahwa kewajiban Sritex lebih besar dari asetnya, tetapi tetap memberi lampu hijau.
7. Pujiono (Direktur Bisnis Korporasi dan Komersial Bank Jateng 2017–2020)
Pujiono ikut memutus pemberian kredit kepada Sritex tanpa analisa kelayakan maupun evaluasi keuangan yang memadai.
8. Suldiarta (Kepala Divisi Bisnis Korporasi dan Komersial Bank Jateng 2018–2020)
Suldiarta bahkan tak melakukan verifikasi laporan keuangan Sritex. Ia juga dianggap tidak menilai kemampuan bayar perusahaan sebelum pencairan dana.
Halaman Selanjutnya
3. Pramono Sigit (Direktur Teknologi dan Operasional Bank DKI 2015–2021)