Teken MoU Penyadapan Tanpa UU Khusus, DPR Bakal Panggil Kejagung

4 hours ago 1

Sabtu, 28 Juni 2025 - 13:50 WIB

Jakarta, VIVA – Komisi III DPR RI, akan memanggil Kejaksaan Agung untuk meminta klarifikasi terkait penandatangan nota kesepahaman bersama, memorandum of understanding atau MoU, dengan empat operator telekomunikasi terkait penyadapan.

Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil mengatakan penandatanganan MoU itu melangkahi ketentuan hukum karena belum ada undang-undang khusus yang mengatur praktik penyadapan.

“Putusan MK itu jelas menyatakan bahwa penyadapan harus diatur melalui undang-undang khusus. Sampai hari ini, beleid itu belum juga dibentuk, baik oleh pemerintah maupun DPR,” kata Nasir dalam keterangannya, Sabtu, 28 Juni 2025.

Kata legislator dari Partai Keadilan Sejahtera atau PKS itu, MK melalui putusan Nomor 5/PUU-VIII/2010 telah menetapkan penyadapan sebagai tindakan yang membatasi hak konstitusional warga negara. Karenanya hanya dapat dibenarkan jika diatur dengan undang-undang yang khusus dan tegas.

Nasir menilai, sejauh ini Komisi III DPR telah beberapa kali menggelar pertemuan dengan berbagai pihak untuk menyerap masukan dalam rangka menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyadapan. 

Namun hingga saat ini, naskah resmi RUU tersebut belum juga masuk ke dalam tahap pembahasan formal di DPR.

Nasir juga menyoroti ketentuan Pasal 30C dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan, yang menyebut Kejaksaan memiliki kewenangan melakukan penyadapan. 

Namun ia menegaskan, ketentuan tersebut bersifat normatif dan belum dapat dijalankan tanpa payung hukum yang lebih spesifik.

“Ada kesepahaman antara pemerintah dan DPR saat itu bahwa pelaksanaan Pasal 30C baru bisa dilakukan jika UU Penyadapan sudah terbentuk,” tutur dia.

Terkait hal ini, Nasir menyatakan akan mendorong Komisi III DPR untuk segera menjadwalkan pemanggilan terhadap Kejaksaan Agung guna meminta penjelasan resmi mengenai isi dan landasan hukum dari MoU yang telah diteken.

“Mudah-mudahan awal Juli ini kami bisa mengundang Kejaksaan Agung. Salah satu agendanya tentu untuk meminta penjelasan terkait nota kesepahaman ini. Kami tidak ingin ada kesalahpahaman dalam memahami Pasal 30C,” tegas Nasir.

Sebelumnya diberitakan, Kejagung Republik Indonesia memperkuat taringnya dalam penegakan hukum. Mereka baru saja meneken kerja sama strategis dengan empat raksasa operator telekomunikasi nasional, untuk mempermudah akses terhadap data dan informasi yang selama ini bersifat terbatas.

Keempat operator itu adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom), PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), PT Indosat Tbk, dan PT Xlsmart Telecom Sejahtera Tbk. Kolaborasi ini memungkinkan Kejaksaan mengakses data sampai menyadap informasi secara legal, sesuai ketentuan perundang-undangan.

“Nota kesepakatan ini berfokus pada pertukaran dan pemanfaatan data dan/atau informasi dalam rangka penegakan hukum, termasuk pemasangan dan pengoperasian perangkat penyadapan informasi serta penyediaan rekaman informasi telekomunikasi,” ujar Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel), Reda Manthovani, Kamis, 25 Juni 2025.

Dia menegaskan, kerja sama ini merupakan lompatan penting dalam penegakan hukum, terutama dalam menghadirkan informasi A1 yang kredibel untuk memburu pelaku kejahatan, termasuk buronan kelas kakap.

Dia mencontohkan, pencarian buron dengan dukungan operator, maka keberadaan mereka bisa dilacak lewat sinyal telekomunikasi secara real time, bahkan hingga rekaman komunikasi terakhir.

“Data dan/atau informasi dengan kualifikasi A1 tersebut tentunya memiliki berbagai manfaat, diantaranya dalam tataran praktis seperti pencarianburonan atau daftar pencarian orang," katanya.

Halaman Selanjutnya

Namun ia menegaskan, ketentuan tersebut bersifat normatif dan belum dapat dijalankan tanpa payung hukum yang lebih spesifik.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |