Jakarta, VIVA – Proses ganti rugi lahan milik PT MIJ oleh Dinas Sumber Daya Air (SDA) Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) yang terletak di Kelurahan Kedoya Selatan, Kecamatan Kebun Jeruk, Kota Administrasi Jakarta Barat sudah tuntas, transparan, clean and clear.
Kuasa Hukum PT MIJ, Petrus Selestinus menegaskan bahwa proses ganti rugi tersebut membutuhkan waktu yang lama, terhitung sejak tahun 2012 hingga Desember 2024, jadi tidak benar kalau ada yang menilai dilakukan secara tergesa-gesa.
Lanjut Petrus, kajian sebelum membayar ganti rugi tersebut telah melibatkan Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di mana, lembaga tersebut telah melakukan telaah terhadap bukti Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) Nomor 3454/-1.711 tanggal 25 November 1988 atas nama PT MIJ.
"Prosesnya sangat transparan dan terang benderang dari 2012 sampai dengan Desember 2024 atau selama tenggang waktu 12 tahun. Kajian oleh Kejari, penyerahan fasum/fasos, kajian oleh KPK dan itu tidak serta merta," ujar Petrus kepada wartawan.
Petrus juga menampik bahwa proses ganti rugi lahan tersebut dilakukan dalam situasi sengketa. Hal tersebut kata Petrus merujuk pada surat Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor TU.03/2038-100/XI/2022 tertanggal 10 November 2022. "Kementerian ATR/BPN sebut itu bukan masalah," tegasnya.
Petrus juga menjabarkan soal penetapan lokasi (penlok) yang disebut bermasalah. Namun Kata Petrus, pihaknya merujuk pada Pasal 126 Ayat (1) a dan b Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 39 Tahun 2023 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Pasal 126 Ayat (1) menjelaskan bahwa dalam rangka efisiensi dan efektifitas, pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang luasnya tidak lebih dari 5 (lima) hektar, dapat dilakukan (a) secara langsung oleh Instansi yang memerlukan tanah dengan pihak yang berhak, dengan cara jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati atau (b) dengan menggunakan tahapan pengadaan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
Sementara pasal 3 menerangkan tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum diselenggarakan melalui tahapan (a) perencanaan; (b) persiapan; (c) pelaksanaan; dan (d) penyerahan hasil.
Amanat aturan tersebut kata Petrus menjadi landasan SDA dengan PT MIJ tanpa Penlok. Sebab tanah PT MIJ berjumlah di bawah 5 hektar sehingga langsung dilakukan antara instansi dan pihak yang berhak.
Sementara tudingan terkait harga yang disebut tidak sesuai harga pasar, Petrus menyebut sistem jual beli menganut asas konsesual. Dalam hal ini, adanya kesepakatan para pihak.
Namun harga yang ditetapkan oleh PT MIJ telah melalui kajian penilai publik atau apraisal. "Harga di bawah harga pasar. Harga PT MIJ Rp 18 juta per meter untuk tanah tersebut dan berdasarkan kajian apraisal. Sementara Nilai Jual Objek Pajak tanah itu Rp 16,155 juta. Namun berlaku asas konsesual dalam proses ganti ruginya," tegasnya.
Terhadap semua tudingan ini kata Petrus, pihaknya menduga adanya upaya blackmail atau pemerasan terhadap kliennya dengan membawa-bawa nama KPK. Hal tersebut bagian dari watak premanisme. Untuk itu, pihaknya akan menempuh upaya hukum. "Motif dibalik ini adanya upaya blackmail atau pemerasan. Kami akan menempuh upaya hukum," tukasnya.
Diketahui, SDA DKJ berencana memperluas kali pesanggrahan. Dinas SDA wajib melakukan pembebasan lahan supaya bisa menormalisasi sungai tersebut. Salah satu tanah yang harus dibebaskan adalah milik PT MIJ. Dinas SDA pun telah membayar ganti rugi tanah tersebut pada 31 Desember 2024 lalu.
Halaman Selanjutnya
Sementara pasal 3 menerangkan tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum diselenggarakan melalui tahapan (a) perencanaan; (b) persiapan; (c) pelaksanaan; dan (d) penyerahan hasil.