Jakarta, VIVA – Program Indonesia Pintar (PIP) adalah salah satu bentuk bantuan pemerintah yang diberikan kepada siswa di berbagai jenjang pendidikan, mulai dari SD, SMP, SMA, SMK, hingga pendidikan luar biasa dan kesetaraan. Namun, tidak semua siswa bisa otomatis mendapatkan bantuan ini. Salah satu syarat utamanya adalah data mereka harus tercatat secara lengkap dan valid di Dapodik (Data Pokok Pendidikan).
Selain itu, data siswa juga harus ditandai sebagai “layak PIP” oleh sekolah, diajukan oleh dinas pendidikan atau pemangku kepentingan, serta sesuai dengan data kesejahteraan di DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) milik Kementerian Sosial dan P3KE (Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem) dari Kementerian PMK.
Siswa yang tidak mendapatkan bantuan PIP saat duduk di bangku SD atau SMP masih memiliki kesempatan di jenjang pendidikan berikutnya, asalkan data mereka sudah benar dan memenuhi syarat.
“Bila misalnya di SD dan SMP tidak dapat PIP, maka di SMA bisa memperoleh asal datanya yang lengkap, valid dan logis tercatat di Dapodik,kemudian ditandai’layak centang”oleh satuan pendidikan, atau diusulkan dinas pendidikan atau pemangku kepentingan dan sinkron atau padan dengan data di DTKS dan P3KE,” kata Sofiana Nurjanah, Ketua Tim Kerja PIP Puslapdik dalam webinar “Keterisian Data Siswa Pada Dapodik untuk PIP” yang dikutip pada Rabu, 12 Februari 2025.
Ia juga menekankan bahwa batas akhir atau cut-off pengisian data siswa di Dapodik untuk penyaluran PIP tahun 2025 adalah 10 Februari untuk tahap pertama dan 31 Agustus untuk tahap kedua.
“Setiap tahunnya kita terus lakukan peremajaan data tersebut untuk kita tetapkan sebagai penerima PIP, siapapun siswa,asal mengikuti prosedur dan tahapan proses akan kita tetapkan sebagai penerima PIP,” tambahnya.
Sekolah Harus Memastikan Data Siswa Akurat
Siswa penerima Program Indonesia Pintar (PIP)
Sofiana mengingatkan bahwa pihak sekolah harus memastikan data siswa sudah benar di Dapodik, agar mereka yang seharusnya berhak menerima PIP tidak kehilangan kesempatan hanya karena kesalahan administrasi.
Selain itu, ia menyoroti pentingnya mengevaluasi usulan PIP bagi anak dari Aparatur Sipil Negara (ASN). Jika seorang siswa berasal dari keluarga ASN, sekolah perlu memastikan bahwa mereka memang termasuk dalam kategori miskin atau rentan miskin, serta penghasilan orang tua yang tercatat tidak lebih dari Rp5 juta agar tetap memenuhi syarat sebagai penerima PIP.
Masalah Data yang Menghambat Penyaluran PIP
Dalam pemaparannya, Sofiana juga menunjukkan data penyaluran PIP tahun 2024. Dari 42.109.849 siswa yang terdaftar di Dapodik, sebanyak 18.899.557 siswa telah ditetapkan sebagai penerima PIP.
Namun, masih ada 5.543.372 siswa yang gagal menerima PIP, meskipun data mereka sudah lengkap dan sesuai dengan DTKS dan P3KE. Penyebabnya? Mereka tidak ditandai sebagai “Layak PIP” oleh sekolah.
Sebaliknya, ada juga siswa yang sudah ditandai “Layak PIP” tetapi tetap gagal menerima bantuan karena berbagai kendala administrasi, seperti:
- Kesalahan NISN (Nomor Induk Siswa Nasional): 572.507 siswa
- Masalah NIK (Nomor Induk Kependudukan): 1.573.511 siswa
- Kesalahan tanggal lahir: 162.532 siswa
- Penghasilan orang tua melebihi batas Rp5 juta: 70.066 siswa
- Duplikasi data dengan Kementerian Agama (madrasah/pondok pesantren): 138.357 siswa
Bantuan PIP sangat berguna untuk membantu siswa dari keluarga kurang mampu agar bisa terus bersekolah tanpa terkendala biaya. Namun, kunci utama untuk mendapatkannya terletak pada akurasi data di Dapodik.
Oleh karena itu, penting bagi sekolah dan orang tua untuk memastikan bahwa data siswa di Dapodik sudah benar, lengkap, dan valid. Jangan sampai hak siswa untuk mendapatkan bantuan PIP hilang hanya karena kesalahan administrasi yang bisa dihindari.
Bagi siswa yang belum mendapatkan PIP, pastikan data Anda telah diperbarui sebelum batas waktu yang ditentukan. Semakin cepat diperbaiki, semakin besar peluang untuk menerima bantuan di tahun berikutnya.
Halaman Selanjutnya
Source : PIP Kemendikbud