Jakarta, VIVA – Pembatasan pasokan chip akibat kebijakan Amerika Serikat (AS) membuat industri di China harus memutar otak guna berinovasi dalam pengembangan kecerdasan buatan (AI).
Industri China didukung melimpahnya talenta muda di dunia teknologi informasi dari kampus-kampus ternama negeri tersebut.
ChatGPT sempat menggemparkan dunia dengan kecerdasan buatan (AI). Sebuah pertanyaan sempat muncul apakah China bisa menandingi AS?
Dua tahun berselang, China menciptakan model AI baru dan dalam sekejap membalikkan pertanyaan itu: mampukah AS menghentikan inovasi China?
Sebelum kemunculan DeepSeek, Beijing dinilai belum bisa menandingi ChatGPT karena layanan chatbot itu tidak tersedia di China.
China sempat menghadirkan Ernie, chatbot dari raksasa mesin pencari Baidu, tapi banyak dicibir penggunanya.
Kemudian, muncul versi dari perusahaan teknologi Tencent dan ByteDance Technology, yang dianggap sebagai pengikut ChatGPT—tetapi dinilai tak bisa menyamai ChatGPT.
AS sempat yakin bahwa mereka unggul dalam persaingan ini dan berupaya mempertahankan keunggulan tersebut dengan melarang ekspor chip dan teknologi canggih ke China, seperti dikutip dari situs BBC, Jumat, 31 Januari 2025.
Namun, itu semua berubah dengan kelahiran DeepSeek. Peluncurannya telah mengejutkan industri teknologi Silicon Valley dan dunia.
Perusahaan tersebut mengatakan bahwa modelnya yang canggih jauh lebih murah daripada proyek perusahaan-perusahaan AI dari AS yang bernilai miliaran dolar AS.
Lalu, bagaimana bisa sebuah perusahaan yang tidak dikenal meraih pencapaian ini? AS sempat melayangkan pukulan telak kala melarang produsen chip terkemuka dunia seperti NVidia menjual chip canggih ke China.
Padahal chip-chip tersebut penting untuk membuat model AI canggih yang dapat melakukan berbagai tugas manusia, mulai dari menjawab pertanyaan dasar hingga memecahkan soal matematika yang kompleks.
Dalam sebuah wawancara media, Liang Wenfeng selaku pendiri DeepSeek, mengaku bahwa larangan ekspor chip ke China merupakan "tantangan utama" bagi perusahaan yang dipimpinnya.
Padahal, jauh sebelum larangan tersebut, DeepSeek memperoleh "stok chip yang cukup banyak" seperti chip Nvidia A100 yang berjumlah 10 ribu – 50 ribu unit, sebagaimana diberitakan MIT Technology Review.
Model AI terkemuka di Barat diperkirakan menggunakan sekitar 16 ribu chip canggih. Tetapi DeepSeek mengatakan mereka melatih model AI mereka menggunakan 2.000 chip canggih ditambah ribuan chip kelas bawah.
Inilah yang membuat produk mereka lebih murah. Para ahli mengatakan larangan AS membawa tantangan dan peluang bagi industri AI China.
Hal itu telah "memaksa perusahaan-perusahaan China seperti DeepSeek untuk berinovasi" sehingga mereka dapat melakukan lebih banyak dengan sumber daya yang lebih sedikit, kata Marina Zhang, seorang profesor asosiasi di University of Technology Sydney, Australia.
"Meskipun pembatasan ini menimbulkan tantangan, mereka juga memacu kreativitas dan ketahanan, sejalan dengan tujuan kebijakan China yang lebih luas untuk mencapai kemandirian teknologi," tuturnya.
China diketahui telah berinvestasi besar-besaran dalam teknologi tinggi—mulai dari baterai yang mendukung kendaraan listrik dan panel surya, hingga AI.
Hal ini membuatnya menjadi negara adidaya teknologi. Di sisi lain, pembatasan pasokan chip yang diterapkan Washington membuahkan tantangan bagi Beijing.
Peluncuran model baru DeepSeek pada 20 Januari 2025, bertepatan dengan pelantikan Donald Trump menjadi Presiden AS yang baru, adalah sesuatu yang disengaja, menurut Gregory C Allen, seorang ahli AI di Center for Strategic and International Studies.
"Waktu dan cara penyampaiannya. Pemerintah China ingin semua orang memikirkan itu—bahwa kontrol ekspor tidak berfungsi dan Amerika bukanlah pemimpin global dalam AI," kata Allen, mantan direktur strategi dan kebijakan di US Department of Defense Joint Artificial Intelligence Center.
Halaman Selanjutnya
Namun, itu semua berubah dengan kelahiran DeepSeek. Peluncurannya telah mengejutkan industri teknologi Silicon Valley dan dunia.