Jakarta, VIVA – Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), Bursah Zarnubi mengusulkan perpanjangan masa jabatan kepala daerah, imbas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberi jeda antara pemilu nasional dan daerah paling singkat dua tahun.
"Kalau saya pribadi, kami ingin diperpanjang karena ada peluang dalam undang-undang," kata Bursah Zarnubi yang juga Bupati Lahat, di Jakarta, Jumat, 4 Juli 2025.
Menurut Bursah, masa jabatan kepala daerah diatur dalam adalah undang-undang yang disusun oleh DPR RI dan pemerintah, sehingga perpanjangan masa jabatan kepala daerah bisa saja dilakukan apabila ada kesepakatan antara pemerintah dan DPR.
"Tergantung undang-undang yang disusun nanti oleh inisiatif DPR atau Pemerintah. Kalau kata DPR lanjut, nah perpanjang," ujarnya.
Ketua Umum DPP PGK Bursah Zarnubi.
Meski demikian saat ditanya apakah DPRD juga akan mendapatkan opsi perpanjangan masa jabatan, dia menilai hal tersebut tidak bisa dilakukan karena masa jabatan anggota legislatif selama lima tahun diatur berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945.
Pemilu DPRD telah diatur dalam Pasal 22E ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 agar dilaksanakan setiap lima tahun sekali.
Meski demikian Bursah berpendapat, meskipun tanpa DPRD, pemerintah daerah tetap bisa berjalan dengan tetap mendapatkan pengawasan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Bisa, karena ini sebetulnya Mendagri ini kan, walaupun tidak 100 persen dia mengawasi pemerintah daerah, dia bisa mengawasi langsung melebihi DPRD dan Komisi II DPR RI. Jadi tanpa DPRD, bisa pemerintah berlangsung dua tahun, kira-kira begitu," kata Bursah.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah dipisahkan dengan jeda waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan.
Pemilu nasional meliputi pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sedangkan pemilu daerah terdiri atas pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.
Dalam hal ini, MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili oleh Ketua Pengurus Yayasan Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Pengurus Yayasan Perludem Irmalidarti.
Secara lebih perinci, MK menyatakan Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai menjadi:
"Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wakil presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional.
Halaman Selanjutnya
"Bisa, karena ini sebetulnya Mendagri ini kan, walaupun tidak 100 persen dia mengawasi pemerintah daerah, dia bisa mengawasi langsung melebihi DPRD dan Komisi II DPR RI. Jadi tanpa DPRD, bisa pemerintah berlangsung dua tahun, kira-kira begitu," kata Bursah.