Jakarta, VIVA – Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Asep Guntur Rahayu mengatakan tim penyelidik dan penyidik KPK sejak awal meyakini penerapan tindak pidana pemerasan dalam konstruksi perkara Gubernur Riau Abdul Wahid, yang terungkap melalui operasi tangkap tangan (OTT) KPK, Senin, 3 November 2025.
Keyakinan itu diperkuat dari kesaksian para kepala Kepala Unit Kepala Teknis (UPT) Jalan dan Jembatan Wilayah I, III, IV, V, VI Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau, yang dimintai sejumlah uang oleh Abdul Wahid.
"Sejak awal para penyelidik dan teman-teman ini (penyidik KPK), justru terkait pemerasan. Tadi Kepala UPT dimintai sejumlah uang padahal APBD-nya sendiri ini sedang defisit," kata Asep Guntur dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, KPK, Rabu, 5 November 2025.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Brigjen Asep Guntur Rahayu
"Saat ini APBD (Riau) itu defisit, silakan cek" tegasnya
Berdasarkan keterangan Wakil Gubernur Riau SF Hariyanto, pada 21 Juni 2025 lalu, bahwa defisit anggaran Pemprov Riau tahun 2025 sebesar Rp135 miliar.
Defisit anggaran Pemprov Riau disebabkan melesetnya target pendapatan provinsi yang semua diproyeksikan untuk APBD 2025 senilai Rp11 triliun, namun realitanya realisasi pendapatan itu hanya Rp9,4 Triliun. Artinya, realisasi pendapatan hanya tercapai 85,42 persen.
Sementara itu, faktor lainnya terdapat pada angka Participating Interest (PI) Blok Rokan di tahun 2024, dimasukkan Rp1,6 triliun yang terbagi 50 persen untuk Kabupaten/Kota dan 50 persen lagi untuk Provinsi atau mencapai Rp736 miliar. Namun realisasinya hanya Rp200 miliar.
Sebelumnya, KPK menetapkan tiga orang tersangka dalam OTT di lingkungan pemerintah provinsi Riau. Ketiga tersangka masing-masing Abdul Wahid selaku Gubernur Riau; M Arief Setiawan selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau; dan Dani M. Nursalam selaku Tenaga Ahli Gubernur Provinsi Riau.
Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pemerasan kepada para kepala UPT Dinas PUPR PKPP yang meminta fee atau 'Jatah Preman' sebesar 5 persen (Rp7 miliar), atas penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP yang semula Rp71,6 miliar menjadi 177,4 miliar (terjadi kenaikan Rp106 miliar).
Halaman Selanjutnya
Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah “jatah preman”.

3 hours ago
1









