Catatan LSI Denny JA untuk Prabowo: Bisa Jadi Bapak Pemberantasan Korupsi Indonesia

3 hours ago 1

Jakarta, VIVA - LSI Denny JA memberikan catatan kepada Presiden Prabowo Subianto agar dikenang sebagai Bapak Pemberantasan Korupsi Indonesia. Menurut dia, Presiden Prabowo berulang kali berjanji akan mengejar koruptor hingga ke Antartika hingga membangun penjara di pulau terpencil.

Tentunya, Denny JA mengatakan publik akan menunggu langkah nyata Presiden Prabowo untuk menjalankan komitmennya itu dalam menindak tegas para koruptor. Adapun, Denny JA menyebut ada beberapa catatan yang harus dilakukan Presiden Prabowo untuk mewujudkan komitmennya tersebut.

Pertama, kata dia, merevisi Undang-undangn agar hukuman koruptor lebih berat yakni minimal 20 tahun penjara tanpa remisi hingga penjara seumur hidup. Kedua, menyita seluruh aset hasil korupsi, mengembalikannya kepada rakyat melalui disahkannya UU Perampasan Aset.

Ketiga, membangun sistem digitalisasi penuh dalam birokrasi, menutup celah suap dan permainan proyek. Keempat, memulai dengan kasus korupsi yang kini sedang nampak di depan mata seperti Pertamina. Tentu saja, kata dia, mafia minyak harus diberantas hingga ke akarnya, termasuk politik oligarki yang selama ini ikut menerima keuntungan dan melindungi mereka. 

“Korupsi bukan sekadar kejahatan finansial, ia mencuri masa depan bangsa. Jika Prabowo ingin dikenang sebagai presiden yang membawa Indonesia melompat ke negara maju, maka Prabowo disyaratkan juga menjadi Bapak Pemberantas Korupsi Indonesia,” kata Denny JA di Jakarta pada Senin, 17 Maret 2025.

Denny JA mengatakan ada beberapa hal yang menghambat Indonesia, sehingga ada sejumlah catatan utama yang harus diperbaiki dalam indeks tata kelola pemerintahan. Menurut dia, Prabowo akan berhasil membawa Indonesia menjadi negara maju jika dalam 5 tahun ini (2025-2029) dapat menjadi Bapak Pemberantas Korupsi Indonesia, dan menaikkan indeks tata kelola pemerintahan (GGI) dari 53,17 ke 70,00.

Pertama, korupsi merupakan luka yang tak kunjung sembuh. Sebab, kata dia, korupsi bukan sekedar kejahatan finansial tapi penyakit kronis yang merusak moral birokrasi dan perekonomian. Saat ini, Indeks Persepsi Korupsi (CPI) Indonesia hanya 34, tertinggal dari Singapura (83), Jepang (73), dan Korea Selatan (63). 

“Dari kasus mafia migas di Pertamina, suap dalam proyek infrastruktur, hingga skandal impor, korupsi telah merugikan negara triliunan rupiah setiap tahun. Jika masalah ini tidak ditangani dengan serius, Indonesia akan terus kehilangan kepercayaan investor, pertumbuhan ekonomi akan tersendat, dan kesejahteraan rakyat akan tergadaikan,” jelas dia.

Kedua, efektivitas pemerintahan antara kebijakan dan realita. Saat ini, kata dia, efektivitas Pemerintahan Indonesia hanya 0,58, jauh tertinggal dari Singapura (2,32), Jepang (1,63), dan Korea Selatan (1,4). Kata dia, banyak kebijakan pemerintah yang disusun dengan baik di atas kertas, tetapi gagal diimplementasikan karena birokrasi yang tidak efisien, regulasi yang berbelit, serta minimnya akuntabilitas.

“Tanpa reformasi dalam efektivitas birokrasi, pembangunan akan selalu tertinggal dari rencana. Rakyat yang seharusnya mendapatkan manfaat akan terus terjebak dalam sistem yang berbelit-belit,” katanya lagi.

Ketiga, Demokrasi sebagai pilar transparansi dan akuntabilitas. Meskipun demokrasi di Indonesia telah berkembang sejak era Reformasi, lanjut dia, masih ada tantangan besar yang harus dihadapi. Saat ini, Indeks Demokrasi Indonesia berada di angka 6,53, lebih rendah dibanding Korea Selatan (8,4) dan Jepang (8,09).

Sistem demokrasi yang sehat seharusnya menciptakan kontrol atas kekuasaan, keseimbangan antara eksekutif dan legislatif, serta kebebasan pers dan civil society yang kuat. Namun, kata Denny JA, tantangan yang masih dihadapi adalah politik uang masih mengakar dalam pemilihan umum, minimnya transparansi dalam pengambilan kebijakan, dan politik tanpa oposisi yang berimbang.

“Jika demokrasi hanya sekadar prosedural tanpa transparansi dan akuntabilitas, maka kekuasaan akan terus berputar di tangan oligarki, tanpa memberikan dampak nyata bagi rakyat,” ujarnya lagi.

Keempat, pembangunan manusia dengan mensejahterakan rakyat. Negara yang kuat tidak hanya dinilai dari pertumbuhan ekonominya, tetapi juga dari seberapa baik ia membangun kualitas hidup warganya. Saat ini, indeks pembangunan manusia (HDI) indonesia hanya 0,713, tertinggal jauh dari Singapura (0,949), Korea Selatan (0,929), dan Jepang (0,920). 

Kata dia, ketimpangan dalam akses pendidikan dan layanan kesehatan masih menjadi masalah serius, di mana anggaran pendidikan masih belum mampu mengejar kualitas negara-negara Asia yang maju. 

“Jaminan kesehatan belum merata untuk semua warga. Disparitas ekonomi antara kota dan desa masih sangat besar. Jika pembangunan manusia tidak menjadi prioritas, pertumbuhan ekonomi hanya akan dinikmati oleh segelintir elit, sementara mayoritas rakyat tetap tertinggal,” kata Denny JA.

Halaman Selanjutnya

Pertama, korupsi merupakan luka yang tak kunjung sembuh. Sebab, kata dia, korupsi bukan sekedar kejahatan finansial tapi penyakit kronis yang merusak moral birokrasi dan perekonomian. Saat ini, Indeks Persepsi Korupsi (CPI) Indonesia hanya 34, tertinggal dari Singapura (83), Jepang (73), dan Korea Selatan (63). 

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |