Bandung, VIVA – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menjelaskan alasan kenapa Pemprov dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Jawa Barat suka menyimpan uang anggaran daerah dalam bentuk deposito, karena halal.
Saat diwawancarai usai berkunjung ke BPK Daerah Jawa Barat di Bandung, Jumat, Dedi menjelaskan deposito yang dilakukan pihaknya adalah deposito kas daerah yang bersifat on call yang berarti jika diperlukan, bisa diambil kapanpun walau statusnya deposito.
"Bunganya itu tercatatkan masuk lagi menjadi pendapatan daerah yang bersumber dari lain-lain pendapatan yang besar dan halal, serta tidak mengikat menurut undang-undang. Ada juga giro yang dilakukan tiap waktu pembayaran-pembayaran dalam setiap hari," kata Dedi.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi
Photo :
- tvOnenews/A.R Safira
Dedi juga menyinggung, jikapun ada yang bertanya hingga 17 Oktober 2025 uang yang tersedia pada kas daerah ada sekitar Rp 2,4-2,6 triliun termasuk pengendapan, dia menegaskan bukan.
Pasalnya, lanjut dia, APBD Provinsi Jawa Barat adalah sebesar Rp 31 triliun dengan posisi kas hingga Oktober sampai Rp 2,6 triliun dan ditambah pendapatan yang belum masuk sekitar Rp 7,5 triliun, sehingga sampai Desember uang di Provinsi Jawa Barat sekitar Rp 10 triliun, sehingga sejauh ini sudah ada Rp 21 triliun yang dibelanjakan.
"Jadi dari Rp 31 triliun, ada Rp 10 triliun di kas dan rencana menjadi pendapatan baru, berarti sudah dibelanjakan uang itu sebesar Rp 21 triliun, artinya belanjanya jalan dan tidak dalam kategori diendapkan," ujar Dedi.
Dedi mengatakan yang dilakukannya tak termasuk kategori pengendapan, karena kas daerah sebesar Rp2,6 triliun untuk dibayarkan bertahap pada para kontraktor yang menjadi mitra Pemprov Jawa Barat dalam pembangunan sekolah, jalan, irigasi, pemasangan penerangan jalan umum (PJU), pemasangan jaringan listrik, hingga biaya rutin seperti listrik, air, dan upah outsourcing.
Dedi menjelaskan alasan pihaknya membayarkan pekerjaan secara bertahap, karena hal ini merupakan bagian dari pengendalian keuangan dan pengendalian pekerjaan proyek.
"Misalnya begini, PT A memenangkan tender di pembangunan jalan provinsi Jawa Barat sebesar Rp 1 triliun. Yang pasti ada penawaran semisal 90 persen, dan sisanya menjadi Silpa dan bisa menyeberang tahun ataupun masuk BTT untuk belanja tanggap darurat. Dan biaya pekerjaan dibayar bertahap misal tiga termin, karena untuk mengantisipasi kalau uangnya dibelanjakan sekaligus kepada pemborong, bagaimana kalau pemborongnya kualitas pekerjanya buruk? Bagaimana kalau tidak dikerjakan? Ini akhirnya ini menjadi pidana korupsi padahal yang korupsi kontraktornya," kata Dedi.
Halaman Selanjutnya
Dedi menambahkan dalam proses pembangunan dan pembayaran dalam fase-fase atau segmen, ada termin-termin berikutnya, dan pada bulan November serta Desember biasanya merupakan termin yang ketiga.

13 hours ago
2









