DPR Semprot TVRI dan RRI Terkait PHK: Efisiensi Harusnya dari Atas, Gaji Para Bosnya Dipotong!

3 hours ago 1

Rabu, 12 Februari 2025 - 21:17 WIB

Jakarta, VIVA – Efisiensi anggaran yang diperintahkan pemerintah berimbas ke berbagai sektor, termasuk dunia jurnalisme. Belasan jurnalis dari Lembaga Penyiaran PublikTelevisi Republik Indonesia (LPP TVRI) dan LPP Radio Republik Indonesia (RRI) menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK).

Keputusan ini pun menuai kritik tajam dari anggota Komisi VII DPR RI dalam rapat dengar pendapat bersama pimpinan TVRI dan RRI pada Rabu, 12 Februari 2025.

Kritik keras dilontarkan oleh anggota DPR, terutama terkait keputusan manajemen TVRI dan RRI yang lebih memilih memangkas tenaga jurnalis daripada mengurangi anggaran di tingkat pimpinan. 

Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDIP, Putra Nababan menegaskan bahwa efisiensi seharusnya dimulai dari jajaran atas, bukan dari pekerja lapangan yang sudah memiliki penghasilan terbatas.

Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia (LPP TVRI)

"Sebelum rekonstruksi, direksi itu memprioritaskan di papan atas. Yang dipangkas duluan adalah manusianya. Kemudian narasinya di lapangan dibenturkan dengan MBG (Makan Bergizi Gratis). Ini kan ada framing, membenturkan gara-gara MBG kami di-PHK. Tapi pemotongan dari mana? Dari atas! Dari pemimpin redaksinya, wakil pemimpin redaksinya, redaktur pelaksananya. Tentunya direksi-direksi sudah kena semuanya. Dimulai dari atas pemotongannya," ujar Putra Nababan dikutip dari YouTube TVR Parlemen.

Anggota DPR, Putra Nababan.

Putra menambahkan bahwa pemotongan anggaran semestinya dilakukan dengan lebih bijak. Jika pemangkasan dilakukan dari atas, jumlah penghematan bisa lebih besar tanpa harus mengorbankan jurnalis yang bergantung pada penghasilan mereka untuk kebutuhan sehari-hari.

Kritik juga datang dari Erna Sari Dewi, anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Nasdem yang merupakan mantan jurnalis TVRI. Ia menyoroti gaji kecil yang diterima jurnalis serta pemangkasan honor kontributor yang semakin menyulitkan mereka.

"Saya duduk di sini, Pak, bukan hanya sebagai wakil rakyat, bukan hanya sebagai mitra kerja Bapak Ibu sekalian, tetapi saya juga jurnalis. Saya mantan penyiar TVRI yang tahu sekali bagaimana penderitaan mereka. Gajinya kecil, Pak, sangat kecil, di bawah UMR dari dulu sampai sekarang. Dan kontributor sekarang setelah kena efisiensi, kalau dulu satu berita dapat Rp100.000, sekarang Rp50.000. Pak, dapat apa? Dulu bawa uang Rp3 juta, sekarang Rp1 juta. Mungkin bagi kita di ruangan ini, Rp1 juta tidak berarti, tapi bagi mereka itu berarti untuk memberi makan anak di rumah, untuk pendidikan anaknya. Jadi saya sepakat sekali, saya rasa pimpinan dan seluruh Komisi VII sepakat tidak ada PHK!," tegasnya.

Menurut data dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), ada seribuan jurnalis TVRI dan RRI yang terdampak PHK akibat kebijakan efisiensi anggaran ini.

Sebelumnya, di awal 2025, Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan efisiensi anggaran belanja kementerian dan lembaga sebesar Rp256,1 triliun untuk tahun 2025. Perintah tersebut merupakan bagian dari Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran dalam pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.

Total efisiensi belanja negara mencapai Rp306 triliun, dengan rincian Rp256,1 triliun untuk anggaran belanja kementerian dan lembaga, serta Rp50 triliun untuk transfer ke daerah. Dampaknya terasa di berbagai instansi, termasuk lembaga penyiaran publik seperti TVRI dan RRI.

Namun, tidak semua instansi memilih langkah PHK. Di Komisi III DPR RI, misalnya, sejumlah kementerian dan lembaga melakukan efisiensi melalui pemangkasan belanja modal dan belanja barang. Beberapa langkah penghematan yang dilakukan antara lain efisiensi perjalanan dinas, pengurangan kegiatan seremonial, serta pembatasan penggunaan alat tulis kantor (ATK) dan souvenir untuk kegiatan sosialisasi.

Halaman Selanjutnya

Kritik juga datang dari Erna Sari Dewi, anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Nasdem yang merupakan mantan jurnalis TVRI. Ia menyoroti gaji kecil yang diterima jurnalis serta pemangkasan honor kontributor yang semakin menyulitkan mereka.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |