Jakarta, VIVA – Dalam beberapa bulan terakhir, dunia kripto kembali menjadi sorotan. Usai mencapai rekor tertinggi sepanjang masa pada Desember 2024, harga Bitcoin mengalami fluktuasi yang signifikan.
Melihat pergerakan harga, kebijakan Presiden AS Donald Trump, hingga pasar kripto, apakah Bitcoin akan kembali mencetak rekor baru atau justru stagnan di level saat ini?
Melansir dari Crypto News, pada 14 Maret 2025, Bitcoin ditutup pada harga USD84.000 atau setara Rp1,37 miliar, sesuai dengan prediksi yang dibuat oleh Josh Mandell empat bulan sebelumnya. Mandell, seorang analis terkenal, pada November 2024, memproyeksikan bahwa Bitcoin akan mencapai level ini pada pertengahan Maret 2025.
Saat ini, Senin, 17 Maret 2025, harga Bitcoin berada di kisaran USD82.000 atau sekitar Rp1,3 miliar. Meskipun mengalami sedikit penurunan, Bitcoin masih mencatatkan kenaikan sebesar 19,21% dibandingkan tahun lalu.
Mandell memprediksi, bahwa jika Bitcoin berhasil menutup di atas USD84.000, maka kemungkinan besar harganya akan mencapai USD100.000 atau sekitar Rp1,63 miliar pada akhir bulan ini. Prediksi ini didasarkan pada analisis teknikal dan tren pasar saat ini.
Bahkan, pada November 2024, Mandell sempat membuat pernyataan kontroversial bahwa Bitcoin bisa melesat hingga USD444.000 atau sekitar Rp7,25 miliar, jika level USD84.000 menjadi support yang kuat. Meskipun angka ini terdengar fantastis, beberapa analis lain juga memiliki pandangan optimis terhadap masa depan Bitcoin.
Salah satu indikasi optimisme ini terlihat dari aksi pembelian besar-besaran yang dilakukan oleh para investor institusional. Cathie Wood dari Ark Invest, misalnya, baru-baru ini membeli Bitcoin senilai USD80 juta atau sekitar Rp1,3 triliun, dan meningkatkan kepemilikannya di Coinbase.
Hal tersebut menunjukkan keyakinannya bahwa harga Bitcoin masih akan mengalami kenaikan lebih lanjut. Demikian pula, Michael Saylor dari MicroStrategy, yang terus menambah kepemilikan Bitcoinnya dalam beberapa bulan terakhir.
Namun, untuk mencapai USD100.000 pada akhir bulan, Bitcoin perlu naik sekitar 18% dari level saat ini. Pencapaian ini mungkin terjadi jika pasar dapat beradaptasi dengan kebijakan tarif yang baru-baru ini diumumkan oleh Trump.
Selain itu, kebijakan Federal Reserve juga berperan penting dalam menentukan arah pergerakan Bitcoin. Jika The Fed mengambil sikap terkait kebijakan suku bunga, ini dapat mendorong sentimen risk-on, yang berarti investor lebih berani masuk ke aset berisiko seperti Bitcoin dan altcoin lainnya.
Namun, pasar kripto terkenal dengan volatilitasnya yang tinggi. Sejarah telah membuktikan bahwa lonjakan harga Bitcoin kerap diikuti oleh koreksi tajam. Sebab itu, investor disarankan untuk tetap berhati-hati dan mempertimbangkan risiko sebelum mengambil keputusan investasi.
Halaman Selanjutnya
Salah satu indikasi optimisme ini terlihat dari aksi pembelian besar-besaran yang dilakukan oleh para investor institusional. Cathie Wood dari Ark Invest, misalnya, baru-baru ini membeli Bitcoin senilai USD80 juta atau sekitar Rp1,3 triliun, dan meningkatkan kepemilikannya di Coinbase.