Jakarta, VIVA – Emiten energi dan industri petrokimia, PT Barito Pacific Tbk (BRPT), membukukan laba US$56 juta atau sekitar Rp 913 miliar (asumsi kurs Rp 16.304 per dolar AS) pada 2024. Capaian itu tumbuh 115 persen alias dua kali lipat dibandingkan laba tahun 2023 yang sebesar US$26 juta.
Kenaikan laba itu terjadi ketika pendapatan tertekan dua digit, dimana pendapatan bersih perseroan turun 13,5 persen dari US$2,39 miliar menjadi US$2,76 miliar.
Direktur Utama Barito, Agus Pangestu mengatakan, meskipun bisnis petrokimia tahun lalu cukup menantang, namun EBITDA perseroan pada 2024 mencapai US$570. Hal itu turun 3,6 persen dari capaian di 2023, seiring operasional di segmen energi yang stabil. Sehingga, terdapat margin EBITDA sebesar 23,9 persen pada 2024, atau meningkat dari 21,4 persen pada 2023.
"Laba bersih (secara konsolidasian) setelah pajak (konsolidasi) naik 23 persen mencapai US$123 juta," kata Agus dalam keterangannya, Senin, 17 Maret 2025.
Ilustrasi laporan keuangan.
Peningkatan margin EBITDA akibat turunnya biaya produksi yang menurun, merupakan dampak dari pemeliharaan terjadwal (Turn Around Maintenance atau TAM). Proses tersebut juga berdampak pada peningkatan laba bersih BRPT.
Dari sisi neraca, BRPT mencatat posisi aset sebesar US$10,53 miliar pada akhir 2024, naik dibandingkan tahun 2023 yang sebesar US$10,15 miliar. Meskipun industri petrokimia sedang mengalami siklus penurunan, Agus memastikan pihaknya untuk mempertahankan posisi likuiditas yang kuat, dengan rasio utang bersih terhadap ekuitas yang stabil di 0,72 x.
"Hal itu memastikan kapasitas yang memadai untuk memperoleh pendanaan tambahan guna mendukung rencana ekspansi kami," ujarnya.
Rasio utang terhadap ekuitas alias Debt to Equity Ratio (DER) Barito tercatat meningkat bila dibandingkan 2023 yang sebesar 0,6 x. Kenaikan DER tersebut merupakan imbas dari lonjakan utang perseroan hingga 28,5 persen, dari US$2,51 miliar menjadi US$3,22 miliar.
Untuk memastikan perseroan tumbuh berkelanjutan, Agus menegaskan bahwa strategi ekspansi akan terus didorong. Misalnya seperti Blbelum lama ini, dimana pabrik Chlor Alkali-Ethylene Dichloride (CA-EDC) Chandra Asri Group di Cilegon ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (SPN).
"Selain itu, CSPA (perjanjian jual beli saham bersyarat) untuk akuisisi Shell Chemical and Industrial Park (SECP) merupakan sebuah langkah transformatif yang akan memperkuat posisi kami sebagai pemain utama di industri kimia regional," ujarnya.
Halaman Selanjutnya
"Hal itu memastikan kapasitas yang memadai untuk memperoleh pendanaan tambahan guna mendukung rencana ekspansi kami," ujarnya.