Jakarta, VIVA – Proses rumah dirobohkan di Desa Hutaimbaru, Kecamatan Siempat Nempu, Kabupaten Dairi, Senin 3 Februari 2025 siang, berlangsung haru.
Tangis para ibu menggema saat mereka memohon agar rumah mereka tidak dirobohkan. Bahkan, beberapa di antaranya bersujud meminta keringanan.
Meski mendapat penolakan dari warga, eksekusi tetap berjalan di bawah pengawalan ketat. Polres Dairi mengerahkan 201 personel, dibantu oleh 17 anggota TNI dan 30 personel Satpol PP.
Pihak kepolisian juga menurunkan unit dari berbagai satuan, termasuk Samapta, Reskrim, dan Sat Lantas, untuk memastikan kelancaran proses eksekusi.
Selain itu, alat berat berupa ekskavator dikerahkan untuk meratakan bangunan yang berdiri di atas lahan sengketa seluas 5 hektare.
Eksekusi dilakukan berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Sidikalang yang menyatakan bahwa lahan tersebut secara sah dimiliki oleh Salmon Togatorop. Sebelum eksekusi dilakukan, pengadilan mengaku telah melakukan tiga kali konstatering atau pengecekan terhadap lahan tersebut.
Namun, keputusan eksekusi ini menuai kontroversi. Seorang warga menyoroti adanya ketidakadilan dalam proses hukum yang telah berlangsung sejak tahun 1987. Menurutnya, marga Sinaga sebenarnya telah memenangkan gugatan hingga tingkat Mahkamah Agung.
"Pada perkara tahun 1987, marga Sinaga telah memenangkan gugatan di Pengadilan Negeri Sidikalang, Pengadilan Tinggi Medan, bahkan hingga Mahkamah Agung. Namun, ketika marga Sinaga mengajukan permohonan eksekusi, Pengadilan Negeri Sidikalang tidak menyetujuinya. Sebaliknya, saat giliran marga Togatorop yang sebelumnya telah kalah, permohonan eksekusi justru disetujui," ujar seorang warga, dilansir TikTok @bebasskonten.
Sambil memegang dokumen bertuliskan putusan Mahkamah Agung, warga tersebut juga meminta untuk warganet memviralkan kasus ini, ia juga meminta bantuan Presiden Prabowo Subianto dan Admin Gerindra.
“Bantu viralkan guys, Pak Prabowo, admin Gerindra tolong,” ujarnya.
Menurut kuasa hukum Salmon Togatorop, pemilik lahan telah menawarkan ganti rugi sebesar Rp3 juta per rumah tangga untuk biaya pembongkaran rumah. Namun, tawaran tersebut ditolak oleh warga.
Selain rumah, eksekusi juga berdampak pada lahan pertanian warga. Tanaman jagung, kopi, dan durian ikut dihancurkan oleh ekskavator.
Dalam beberapa unggahan di media sosial, beberapa pemilik rumah dan ladang bahkan sampai pingsan karena tidak kuasa menyaksikan aset mereka dihancurkan. Setelah eksekusi selesai, sejumlah warga kembali ke lokasi untuk mengumpulkan barang-barang yang masih bisa dijual, seperti seng dan kayu bekas bangunan.
Halaman Selanjutnya
Sambil memegang dokumen bertuliskan putusan Mahkamah Agung, warga tersebut juga meminta untuk warganet memviralkan kasus ini, ia juga meminta bantuan Presiden Prabowo Subianto dan Admin Gerindra.