Jakarta, VIVA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terjun ke level 6.076,08 pada sesi pertama perdagangan Selasa, 18 Maret 2025. IHSG terpantau mengalami koreksi tajam sebesar 6,11 persen atau 395,86 poin.
Pergerakan indeks berada dalam kisaran area 6.012-6.465. Nilai transaksi mencapai Rp 10,17 triliun.
Phintraco Sekurutas menilai, penurunan drastis IHSG merupakan bentuk antisipasi pelaku pasar terhadap hasil Federal Open Market Committee (FOMC) yang dilakukan The Fed pada 18-19 Maret 2025. Pasar menyakini bahwa The Fed hampir dipastikan menahan suku bunga acuan di level 4,25 persen sampai 4,5 persen.
Kemerosotan indeks semakin diperparah dengan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Co-operation and Development atau OECD) yang memangkas outlook ekonomi AS dan Global. Sentimen lain adalah proyeksi peningkatan inflasi Amerika Serikat (AS) di tahun 2025 dan 2026.
Ilustrasi berinvestasi.
Photo :
- http://pakar-investasi.blogspot.com/
Perang dagang dan saling balas kebijakan tarif impor turut membebani IHSG. Pasar mengasumsikan Kanada dan Meksiko akan meningkatkan pajak bea masuk sebesar 25 persen untuk barang asal AS mulai April 2025.
"Apabila realisasinya lebih tinggi atau lebih rendah hal ini dapat memberikan outlook yang lebih baik atau lebih rendah terhadap ekonomi AS dan Global," demikian dikutip dalam riset Phintraco Sekuritas pada Selasa, 18 Maret 2025.
Dari domestik, isu terkait Sri Mulyani mengundurkan diri dari Menteri Keuangan serta realisasi defisit APBN di Februari 2025 menjadi penekan pelemahan IHSG.
Mayoritas sektor saham kompak parkir di zona merah. Sektor teknologi ambrol hingga 12,46 persen, sektor material dasar melemah sebesar 9,78 persen dan sektor energi menyusut sebesar 6,24 persen.
Saham dengan nilai transaksi jumbo didominasi saham emiten bank besar, yakni BBCA, BMRI dan BBRI. Sedangkan, frekuensi transaksi tertinggi meliputi saham GOTO, BUMI, PSAB.
Karyawan melewati monitor pergerakan angka Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Plaza Bank Mandiri, Jakarta. (Foto ilustrasi)
Photo :
- ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Melansir InvestorTrust, anjloknya indeks hari ini berbanding terbalik dengan bursa saham dunia yang justru melesat. Sedangkan pemicu utama kejatuhan indeks datang dari penurunan signifikan hingga auto reject bawah (ARB) saham emiten Prajogo Pangestu.
Berdasarkan Surat Keputusan Direksi BEI Nomor: Kep-00024/BEI/03-2020 tanggal 10 Maret 2020 perihal Perubahan Panduan Penanganan Kelangsungan Perdagangan di Bursa Efek Indonesia dalam Kondisi Darurat terungkap trading halt sebanyak tiga kali.
Penghentian sementara perdagangan saham selama 30 menit apabila IHSG mengalami penurunan hingga lebih dari 5 persen. Kemudian skenario trading halt saham kedua akan dilakukan dengan durasi yang sama jika IHSG lanjutan penurunan hingga lebih dari 10 persen. Kemudian, trading suspend diterapkan jika indeks mengalami pelemahan lebih lanjut sampai lebih dari 15 persen.
"Bertujuan untuk memberikan waktu bagi pelaku pasar dalam merespons kondisi pasar yang bergejolak secara signifikan," dikutip dari keterangan resmi Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa, 17 Maret 2025.
Halaman Selanjutnya
Saham dengan nilai transaksi jumbo didominasi saham emiten bank besar, yakni BBCA, BMRI dan BBRI. Sedangkan, frekuensi transaksi tertinggi meliputi saham GOTO, BUMI, PSAB.