Jaksa Agung: Korupsi Pertamina Terjadi Saat Pandemi, Layak Dihukum Mati!

6 hours ago 1

Jumat, 7 Maret 2025 - 01:30 WIB

Jakarta, VIVA – Jaksa Agung ST Burhanuddin membuka kemungkinan untuk menjatuhkan hukuman mati bagi para tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023. 

Menurutnya, ancaman hukuman berat itu muncul karena tindak pidana ini terjadi saat Indonesia tengah menghadapi pandemi Covid-19, sehingga bisa dikategorikan sebagai korupsi yang dilakukan dalam situasi bencana alam.

"Apakah ada hal-hal yang memberatkan dalam situasi Covid-19, dia melakukan perbuatan itu dan tentunya ancaman hukumannya akan lebih berat," ujar Burhanuddin dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis 6 Maret 2025, dikutip tvOne.

"Bahkan dalam kondisi yang demikian bisa-bisa hukuman mati. Tapi kita akan lihat dulu bagaimana hasil penyelidikan ini," tambahnya.

Jaksa Agung ST Burhanuddin

Photo :

  • ANTARA/HO Kejaksaan Agung

Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan sembilan orang sebagai tersangka, terdiri dari enam pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta. 

Berikut daftar lengkap para tersangka:

  1. Riva Siahaan - Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
  2. Sani Dinar Saifuddin - Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional
  3. Yoki Firnandi - Direktur Utama PT Pertamina International Shipping
  4. Agus Purwono - Vice President Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional
  5. Muhammad Kerry Adrianto Riza - Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa
  6. Dimas Werhaspati - Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim
  7. Gading Ramadhan Joedo - Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
  8. Maya Kusmaya - Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga.
  9. Edward Corne - Vice President Trading Operation Pertamina.

Skema Korupsi yang Rugikan Negara Rp193,7 Triliun

Kasus ini bermula ketika ada kebijakan bahwa pemenuhan minyak mentah dalam negeri wajib mengutamakan pasokan dari KKKS sebelum merencanakan impor. 

Namun, para tersangka diduga merekayasa rapat optimalisasi hilir agar produksi kilang minyak dalam negeri sengaja diturunkan. Hal ini menyebabkan produksi minyak mentah dalam negeri tak terserap sepenuhnya dengan alasan: Produksi minyak mentahnya tidak memenuhi nilai ekonomis dan Produk minyak mentahnya tidak sesuai spesifikasi kualitas kilang.

Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan ditetapkan tersangka

Akibatnya, minyak mentah dalam negeri harus diekspor, sementara Pertamina justru mengimpor minyak mentah dengan harga yang jauh lebih tinggi. 

Selain itu, dalam pengadaan impor, Riva Siahaan diduga membeli RON 90 (Pertalite) lalu mencampurnya menjadi RON 92 (Pertamax), sebuah praktik yang dilarang.

Akibat korupsi ini, harga BBM di Indonesia menjadi lebih mahal dari seharusnya. Masyarakat pun harus membayar lebih untuk membeli bahan bakar, yang berdampak pada meningkatnya biaya transportasi serta operasional berbagai sektor industri.

Halaman Selanjutnya

Kasus ini bermula ketika ada kebijakan bahwa pemenuhan minyak mentah dalam negeri wajib mengutamakan pasokan dari KKKS sebelum merencanakan impor. 

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |