Jakarta, VIVA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menetapkan perubahan penting dalam sistem perpajakan daerah, khususnya dalam sektor jasa parkir.
Dengan diberlakukannya Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, istilah 'Pajak Parkir' kini resmi berganti menjadi Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas Jasa Parkir.
Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Bapenda Jakarta, Morris Danny menjelaskan, PBJT atas Jasa Parkir adalah pajak yang dikenakan kepada pengguna jasa parkir atas pemanfaatan layanan parkir yang dikelola sebagai suatu usaha.
"Pajak ini berlaku untuk tempat parkir yang dikelola secara komersial, baik di luar badan jalan, layanan parkir valet, maupun penitipan kendaraan berbayar," katanya dikutip dalam keterangan tertulis, Rabu, 19 Maret 2025.
Mesin bayar parkir pakai QRIS Tap
Photo :
- VIVA.co.id/Anisa Aulia
Adapun objek PBJT atas Jasa Parkir dikenakan pada beberapa layanan berikut:
● Tempat parkir berbayar yang dikelola oleh pihak swasta dengan izin dari pemerintah.
● Layanan parkir valet, di mana kendaraan diparkirkan oleh petugas.
Namun, terdapat beberapa pengecualian yang tidak dikenakan PBJT, antara lain:
● Tempat parkir yang dikelola langsung oleh pemerintah.
● Parkir yang disediakan secara gratis bagi karyawan di area kantor.
● Parkir di area kedutaan besar atau perwakilan negara asing berdasarkan prinsip timbal balik.
● Penitipan kendaraan skala kecil dengan kapasitas maksimal 10 kendaraan roda empat atau 20 kendaraan roda dua.
● Area parkir khusus untuk usaha jual-beli kendaraan bermotor.
Dalam skema perpajakan ini, terdapat dua pihak yang terlibat:
● Subjek Pajak: Konsumen yang menggunakan layanan parkir berbayar.
● Wajib Pajak: Badan usaha atau individu yang mengelola dan menyediakan layanan parkir.
Tarif PBJT atas Jasa Parkir
Berdasarkan ketentuan terbaru, tarif PBJT atas Jasa Parkir ditetapkan sebesar 10% dari jumlah yang dibayarkan oleh pengguna jasa parkir.
Pajak ini terutang pada saat pengguna membayar biaya parkir, baik secara langsung maupun melalui voucher parkir.
Sebagai contoh, apabila seorang pengguna parkir membayar biaya sebesar Rp 20.000, maka PBJT yang dikenakan adalah: Rp 20.000 x 10 persen = Rp 2.000
Morris menjelaskan, pemberlakuan PBJT atas Jasa Parkir bertujuan untuk meningkatkan transparansi dalam pemungutan pajak, memperjelas sistem pengelolaan pajak parkir, serta meningkatkan pendapatan daerah guna mendukung pembangunan Jakarta yang lebih tertata dan modern.
"Dengan kontribusi pajak yang jelas dan sistem yang terstruktur, diharapkan layanan parkir di Jakarta dapat lebih baik, tertib, dan memberikan manfaat bagi masyarakat," ujarnya.
Sebagai warga yang peduli terhadap perkembangan kota, lanjutnya, kesadaran dan kepatuhan dalam membayar pajak menjadi langkah kecil yang memberikan dampak besar bagi kemajuan Jakarta.
"Mari bersama mendukung kebijakan ini demi menciptakan kota yang lebih nyaman, teratur, dan berdaya saing tinggi."
Halaman Selanjutnya
Namun, terdapat beberapa pengecualian yang tidak dikenakan PBJT, antara lain:● Tempat parkir yang dikelola langsung oleh pemerintah.● Parkir yang disediakan secara gratis bagi karyawan di area kantor.● Parkir di area kedutaan besar atau perwakilan negara asing berdasarkan prinsip timbal balik.● Penitipan kendaraan skala kecil dengan kapasitas maksimal 10 kendaraan roda empat atau 20 kendaraan roda dua.● Area parkir khusus untuk usaha jual-beli kendaraan bermotor.