Jakarta, VIVA – Analisis Lives Saved Report yang dikeluarkan oleh Global Health Consults pada akhir November 2024 menemukan, lebih dari 4,6 juta perokok dapat terselamatkan pada 2060 dengan metode Tobacco Harm Reduction (THR). Metode ini memfokuskan peralihan konsumsi rokok dengan menggunakan langkah alternatif yang lebih rendah risiko.
Laporan Lives Saved Report 2024 muncul seiring dengan semakin kuatnya bukti terhadap kualitas pemanfaatan metode THR yang dinilai dua kali lebih efektif dalam mengurangi kebiasaan merokok dibandingkan terapi pengganti nikotin. Scroll untuk informasi selengkapnya!
Hal tersebut juga tertuang pada publikasi Public Health England yang menerangkan, produk tembakau alternatif mampu mengurangi paparan risiko hampir 95 persen lebih rendah dibandingkan rokok.
Meskipun studi jangka panjang tentang manfaat kesehatan dari beralih ke THR masih diperlukan, hasil studi yang menggunakan biomarker penyakit masa depan cukup menjanjikan. Dengan begitu, langkah konkret melalui intervensi kebijakan untuk mengurangi bahaya merokok perlu dijalankan oleh pemerintah dengan melibatkan seluruh aspek.
Ilustrasi berhenti merokok.
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung dan salah satu penulis Lives Saved Report dr. Ronny Lesmana, mengatakan, usaha untuk menghentikan rokok masif di Indonesia, tapi yang berhenti tidak sesignifikan itu.
“Untuk itu upaya bersama perlu terus dilakukan. Dalam konteks ini, kita tidak bisa berdiam diri. Hadirnya intervensi ini lebih menjanjikan dalam mengurangi bahaya merokok tembakau yang dibakar, bahkan hampir dua kali lebih efektif untuk penghentian merokok dibandingkan terapi pengganti nikotin, atau jika dibandingkan dengan hanya melanjutkan upaya pengendalian tembakau yang diarahkan oleh WHO saat ini saja,” ujar dr Ronny dalam acara bedah laporan “Lives Saved Report” di Jakarta, Senin 3 Februari 2025.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI dr. Siti Nadia Tarmizi menjelaskan, pemerintah terus melakukan cara untuk mengendalikan penggunaan produk tembakau seperti rokok dan menurunkan 300 ribu kematian dini per tahun akibat merokok dengan mempertimbangkan opsi alternatif.
“Dalam upaya pencegahan berbagai penyakit akibat perilaku merokok, Kemenkes sudah membuat Layanan Upaya Berhenti Merokok (UBM) sebagai upaya preventif dan promotif, dan tatalaksana pengendalian konsumsi rokok. Selain itu, peta jalan regulasi hingga saat ini juga kami sudah menerbitkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 serta aturan turunan yang terbit setahun setelahnya melalui Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur produk tembakau termasuk rokok elektronik,” dr. Nadia
Prof. Tikki Pangestu, peneliti dan mantan Direktur Riset Kebijakan WHO mengatakan, ada langkah-langkah yang bisa dilakukan dalam mengurangi jumlah perokok lewat upaya pengurangan dampak rokok (harm reduction).
Langkah-langkah tersebut mencakup dialog antar pemangku kepentingan, diadakannya lebih banyak penelitian yang lebih berkualitas dan lebih mengerti faktor kontekstual lokal dan kolaborasi yang lebih kuat di antara para peneliti dan akademisi dengan komunitas harm reduction di dunia.
Prof Tiki berharap pemerintah Indonesia bisa lebih terbuka soal produk alternatif tembakau ini.
“Permasalahan rokok ini butuh intervensi yang maksimal. Beberapa negara maju di dunia seperti Inggris, Selandia Baru, dan Jepang sudah menerapkan konsep pengurangan risiko tembakau (tobacco harm reduction). Di negara maju tersebut, konsep pengurangan risiko berhasil menurunkan jumlah perokok konvensional, bahkan menurunkan peredaran jumlah rokok konvensional di pasaran,” jelas Prof. Tikki.
Lebih lanjut, laporan ini turut membahas urgensi pendalaman keilmuan mengenai dampak produk alternatif tembakau, serta pentingnya peran pemerintah dalam mendukung penelitian melalui pendanaan. Dukungan terhadap pendanaan riset dapat mendorong meningkatnya para ahli mengenai THR. Nantinya, hasil riset dapat menjadi dasar pengambilan kebijakan oleh pemangku kepentingan terkait.
Praktisi Kesehatan dr. Arifandi Sanjaya mengatakan berhenti merokok jadi hal yang sulit dilakukan bagi perokok. Pasalnya setiap perokok yang berusaha berhenti akan menghadapi nikotin withdrawal atau gejala putus zat nikotin.
“Membuat perokok berhenti itu susahnya luar biasa. Saya tidak pernah membuat orang berhenti merokok, tapi membatasi dosisnya, karena banyak kejadian orang kolaps. Gejala ini terjadi karena tubuh dan otak perokok telah memiliki ketergantungan terhadap nikotin yang selama ini dikonsumsi melalui rokok. Pendekatan dengan produk alternatif yang lebih aman dapat mengurangi risiko bahaya hasil dari pembakaran pada rokok dapat diupayakan dan dapat dijadikan jembatan perokok untuk berhenti merokok,” jelasnya.
Halaman Selanjutnya
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI dr. Siti Nadia Tarmizi menjelaskan, pemerintah terus melakukan cara untuk mengendalikan penggunaan produk tembakau seperti rokok dan menurunkan 300 ribu kematian dini per tahun akibat merokok dengan mempertimbangkan opsi alternatif.