Jakarta, VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI Heri Sudarmanto. Status Heri dipanggil sebagai saksi dalam kasus dugaan pemerasan kepada tenaga kerja asing (TKA) di Dirjen Binapenta Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI tahun 2019-2024.
"KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dugaan TPK terkait pengurusan rencana penggunanan Tenaga Kerja Asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker)," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Rabu 11 Juni.
Heri merupakan mantan Sekjen Kemenaker, Mantan Direktur PPTKA Kemenaker (sebelum tahun 2017). Pemeriksaan terhadap Heri dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan. "Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK," jelas Budi.
Jubir KPK Budi Prasetyo
Photo :
- VIVA.co.id/Zendy Pradana
Dalam perkara ini, KPK juga turut memanggil saksi lainnya, mereka adalah:
- Pengantar Kerja Ahli Utama di Ditjen Binapenta dan PKK Kementerian Ketenagakerjaan tahun 2021 – 2025, Ruslan Irianto Simbolon
- Pensiunan Kontraktor CV Sumber Roll A Door, M. Andi
- Karyawan PT Samyang Indonesia, Agus Mulyana
Kontruksi Perkara Dugaan Pemerasan di Kemnaker
Modus dugaan pemerasan terhadap TKA yang hendak bekerja di Indonesia dilakukan sejumlah oknum Kemnaker pada tahun 2019-2024. Salah satu modus yaitu jika TKA tak membayar maka pejabat Kemnaker mempersulit semua izin persyaratannya.
Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo Wibowo menjelaskan TKA wajib memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Dokumen RPTKA itu harus dimiliki para tenaga kerja asing agar bisa bekerja sekaligus tinggal di Indonesia.
"Setiap pemberi kerja yang akan mempekerjakan TKA wajib memiliki Dokumen Pengesahan RPTKA," kata Budi Sokmo di Gedung KPK, Kamis 5 Juni 2025.
Budi menuturkan pngurusan pengesahan RPTKA dilakukan di Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA), Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (BINAPENTA) Kementerian Ketenagakerjaan RI.
Nantinya, Direktorat PPTKA dan Direktorat Binapenta akan mengeluarkan dua dokumen yang diajukan oleh pemohon secara online. Dua dokumen itu yakni Hasil Penilaian Kelayakan (HPK) dan Pengesahan RPTKA.
"Atas permohonan tersebut dilakukan verifikasi secara berjenjang pada Dirjen Binapenta dan PKK," sebut dia.
Budi menjelaskan dalam tahapan itu, ada celah untuk para pejabat di Dirjen Binapenta Kemnaker RI untuk melakukan dugaan pemerasan. Para tersangka pun minta bayaran ke para pemohon jika dokumen yang dibutuhkan bisa terbit agar TKA bisa bekerja di dalam negeri.
"Bahwa tersangka SH, WP, HY, DA diduga memerintahkan PCW, ALF, dan JMS selaku verifikator di Direktorat PPTKA untuk meminta sejumlah uang kepada pemohon agar dokumen RPTKA disetujui dan diterbitkan," tutur Budi
Budi bilang tersangka PCW, ALF dan JMS melakukan pemerasan kepada para pemohon. Tiga tersangka itu justru hanya menginformasikan ke pemohon ada kekurangan persyaratan untuk penerbitan berkas melalui pesan WhatsApp kepada pemohon yang berjanji atau telah memberikan sejumlah uang kepada tersangka.
"Sedangkan bagi pemohon yang tidak memberikan uang, tidak diberitahu kekurangan berkasnya, tidak diproses, atau diulur-ulur waktu penyelesaiannya," ujar Budi.
Halaman Selanjutnya
- Karyawan PT Samyang Indonesia, Agus Mulyana