Jakarta, VIVA – Ahli Bahasa dari Universitas Indonesia (UI), Dr Frans Asisi Datang menjelaskan bahwa hasil analisa yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) hanya berdasarkan 29 poin ilustrasi dari penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). BAP itu menyangkut kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan PAW DPR RI, dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Hal itu terungkap ketika tim kuasa hukum Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah menanyakan BAP itu ke Frans di persidangan Hasto.
"Nah, kalau di perkara ini, ini agar clear saja ya pak ya, di perkara ini bapak diberikan salinan BAP saksi-saksi?" tanya Febri di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis 12 Juni 2025.
"Tadi sudah saya jawab, tidak (diberikan salinan BAP saksi lain)," jawab Frans.
Selanjutnya, Eks Jubir KPK itu memastikan dengan melempar pertanyaan soal hasil analisa dari Frans yang hanya merujuk pada puluhan ilustrasi yang disampaikan penyidik.
"Berarti yang bapak terima 29 poin ilustrasi di awal tadi?" tanya Febri memastikan.
"Ya," jawab Frans.
"29 poin ilustrasi tanpa informasi keterangan saksi-saksi?" cecar Febri menegaskan.
"Betul," kata Frans.
Hal berbeda terjadi ketika Frans menjadi ahli bahasa di perkara lain. Dalam menganalisa komunikasi, dosen UI ini diberikan seluruh salinan keterangan atau BAP saksi.
"Kalau di pemeriksaan di luar perkara ini, di kasus lain maksud bapak tadi ya? Itu bapak diberikan informasi tentang keterangan saksi-saksi yang cukup banyak ya pak?" tanya Febri.
"Iya, betul," sebut Frans.
Dengan adanya data salinan BAP saksi-saksi itulah, Frans dapat menganalisa konteks percakapan secara komprehensif.
"Waktu itu di luar perkara ini bapak kemudian membaca seluruh keterangan saksi itu ya?" tanya Febri.
"Betul," jawab Frans.
"Dari sanalah bapak menganalisis? Kalo di perkara lain," ucap Febri memastikan.
"Iya," kata Frans.
Dalam perkara dugaan suap, Hasto didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp 600 juta kepada Wahyu pada rentang waktu 2019-2020.
Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) Calon Legislatif Terpilih Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Anggota DPR periode 2019-2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Selain itu, Hasto turut didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.
Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.
Dengan demikian, Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Halaman Selanjutnya
"Betul," kata Frans.