Sorong, VIVA - Keterlibatan tenaga kerja Orang Asli Papua atau OAP dalam operasional tambang di Pulau Cendrawasih masih rendah. Angka keterlibatan OAP itu disebut di bawah 10 persen.
Demikian disampaikan Anggota DPD RI Paul Finsen Mayor. Senator asal Papua Barat Daya itu menyebut saat ini, operasional tambang menggunakan pekerja dari luar Papua.
Dia bilang kondisi itu ironis. Sebab, sumber daya alam Papua dikeruk tapi sumber daya manusianya dibiarkan.
"Saya kira pada tahun 2022 saya pernah cek ke sana, dan pekerja OAP hanya sekitar 3 persen. Hampir semua pekerja didatangkan dari luar Papua, bahkan kontraktor lokal pun tidak dilibatkan. Ini ironis. Sumber daya alamnya dikeruk, tapi sumber daya manusianya dibiarkan terpuruk," kata Paul, dalam keterangannya, Jumat, 13 Juni 2025.
Perahu Boat melintasi kawasan wisata Piaynemo di Raja Ampat
Photo :
- Antara/Akbar Nugroho Gumay
Paul juga menyinggung kompensasi yang diberikan kepada masyarakat adat terdampak juga tidak layak.
"Kepala kampung di beberapa pulau terdampak hanya diberi sekitar 10 juta rupiah per tahun, padahal nikel yang diambil nilainya miliaran rupiah," tutur Paul.
Menurut dia, perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Raja Ampat, Papua Barat Daya tak terbuka soal penggunaan dana CSR seperti PT GAG Nikel.
Tapi, ia mengapresiasi Presiden Prabowo Subianto pasca dicabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) empat dari lima perusahaan yang beroperasi di Raja Ampat.
Paul pun minta aparat penegak hukum untuk segera melakukan audit terkait dana CSR secara menyeluruh terhadap aktivitas dan tanggung jawab sosial. Begitu juga kerusakan alam yang ditinggalkan oleh keempat perusahaan yang IUP-nya dicopot.
"Kita juga harus perhatikan, perusahaan seperti PT GAG Nikel yang sudah beroperasi sejak tahun 1970-an, kenapa baru sekarang dipersoalkan? Ini karena kontribusinya terhadap masyarakat adat sangat minim," jelas Paul yang menjabat Ketua Dewan Adat Papua Wilayah III Doberai itu.
Lebih lanjut, Paul menyoroti adanya dugaan perbuatan melawan hukum seperti temuan blanko kosong terkait administrasi perusahaan pada 2021 yang sempat dilaporkan oleh sejumpah media. Ia menilai temuan tersebut harus diproses karena merugikan negara dan masyarakat.
Paul juga menduga jumlah IUP yang beredar dan beroperasi di wilayah adat lebih banyak dari yang diberitakan media.
"Saya mencurigai jumlah IUP lebih dari yang disebutkan. Misalnya di kepulauan Piayanemo, tepatnya di Kampung Saupapir, Saukabu, dan Kampung Fam," ujarnya.
Halaman Selanjutnya
Menurut dia, perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Raja Ampat, Papua Barat Daya tak terbuka soal penggunaan dana CSR seperti PT GAG Nikel.