Jakarta, VIVA – Pakar ekonomi lingkungan IPB Unversity, Aceng Hidayat menilai berbagai inovasi yang dilakukan PT Pertamina (Persero), membuktikan bahwa badan usaha milik negara (BUMN) tersebut terdepan dalam transisi energi dan dekarbonisasi.
"Untuk hal ini (transisi energi dan dekarbonisasi), Pertamina memang 'leading', bisa menjadi contoh perusahaan lain. Pertamina tidak hanya berteori, tetapi sekaligus mengimplementasikan," kata Aceng dikutip dari ANTARA, Jumat, 13 Juni 2025.
Menurut dia Pertamina berani melakukan berbagai terobosan, sambil terus menjaga ketersediaan bahan bakar minyak (BBM) dan gas bumi bagi masyarakat, selain itu BUMN energi itu juga terus berinovasi dalam energi baru dan terbarukan.
"Artinya, Pertamina sudah bertransformasi sebagai perusahaan yang berkelanjutan. Tentu saja ini praktik yang benar. Apalagi, ranah bisnis BUMN tersebut cukup rentan, termasuk mengenai isu lingkungan, terutama emisi," katanya.
Sebagai strategi bisnis, lanjut Aceng, komitmen Pertamina terhadap lingkungan juga sangat menguntungkan, sebab ke depan, hanya perusahaan yang perhatian menjalankan bisnis berkelanjutan atau "green business" yang akan memiliki daya saing tinggi, terlebih akan bermitra dengan perusahaan-perusahaan global.
Aceng menilai, berbagai upaya Pertamina tersebut sangat mendukung ketahanan energi nasional, termasuk mendorong swasembada energi seperti dicita-citakan Pemerintahan Prabowo Subianto.
Pertamina saat ini telah menerapkan berbagai inovasi untuk dekarbonisasi di antaranya adalah pengembangan Bio Refinery (kilang hijau) yang menghasilkan bahan bakar ramah lingkungan, seperti HVO (Hydrotreated Vegetable Oil) dan Green Gasoline.
Selain itu, Pertamina juga mengimplementasikan teknologi Carbon Capture Storage (CCS)/Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) untuk menangkap dan menyimpan emisi CO2. Pertamina juga mengembangkan dan memasang solar panel di beberapa lokasi, termasuk di rumah sakit dan terminal, untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil.
Pada akhir Mei 2025 Pertamina New and Renewable Energy (PNRE) sebagai Sub Holding PT Pertamina (Persero) juga menandatangani nota kesepahaman dengan MGH (Mobility Green Horizon) Energy untuk pengembangan e-fuels, seperti e-metanol dan e-SAF.
E-methanol biasa digunakan di industri pelayaran dan industri kimia.Sementara e-SAF atau e-sustainable aviation fuel adalah bahan bakar sintetik untuk pesawat terbang yang diproduksi menggunakan proses elektrolisis dengan sumber listrik energi terbarukan seperti tenaga surya, air, ataupun angin.
"Ini sudah sejalan dengan upaya kemandirian energi. Pertamina bisa menjadi trendsetter dan bahkan sebagai pendorong," ujar Aceng.
Menurut dia di situlah peran Pertamina, dalam jangka pendek, guna memenuhi kebutuhan masyarakat, perusahaan tetap menggunakan energi fosil namun di sisi berbeda BUMN ini terus menerapkan teknologi ramah lingkungan untuk mereduksi karbon.
”Untuk jangka panjang, kita harap Pertamina dengan disokong Pemerintah, terus komit dalam bauran energi. Dengan demikian, tidak hanya menjadi bagian sangat penting dalam mencapai target Net Zero Emission (NZE) yang notabene merupakan upaya kolektif, namun sekaligus terus concern menekan emisi karbon," demikian Aceng Hidayat. (ANT)
Halaman Selanjutnya
Selain itu, Pertamina juga mengimplementasikan teknologi Carbon Capture Storage (CCS)/Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) untuk menangkap dan menyimpan emisi CO2. Pertamina juga mengembangkan dan memasang solar panel di beberapa lokasi, termasuk di rumah sakit dan terminal, untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil.