Keabsahan Dokumen Pencalonan Anggit Kurniawan, Ahli: Tidak Ada Unsur Tipu Muslihat

8 hours ago 2

Jakarta, VIVA – Keabsahan dokumen pencalonan Wakil Bupati Pasaman Nomor Urut 1, Anggit Kurniawan Nasution jadi polemik dalam dalam sidang lanjutan Mahkamah Konstitusi (MK). Ada perdebatan terkait surat keterangan dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang sebelumnya digunakan sebagai bukti tak pernah dipidana, namun kemudian dianulir. 

Pihak Anggit selaku termohon dalam sidang menyampaikan tak ada unsur tipu muslihat dalam pengurusan dokumen. Dari keterangan ahli dari termohon, persoalan yang ada karena lebih bersifat administratif daripada pidana.  
Sidang perkara keabsahan dokumen Anggit Kurniawan ini digelar di Gedung MK Jakarta pada 11 Februari 2025. Majelis hakim terdiri dari Ketua Majelis Hakim Suhartoyo, dengan dua hakim anggota Daniel Yusmic P. Foekh dan M. Guntur Hamzah. 

Agenda sidang mendengarkan keterangan saksi dan ahli dari pihak termohon.  Kuasa hukum termohon, Samaratul Fuad menjelaskan KPU Pasaman sudah menjalankan tahapan pencalonan sesuai regulasi yang berlaku. Dia menuturkan tak ada pelanggaran dalam proses penelitian berkas administrasi calon. 

"Semua dokumen diperiksa dengan teliti, dan keputusan diambil berdasarkan dokumen yang sah pada saat itu,” kata Samaratul, dikutip pada 15 Februari 2025.  

Pemungutan suara atau pencoblosan di pemilu. (Foto ilustrasi).

Salah satu poin yang dicecar dalam persidangan upaya Anggit Kurniawan bisa memperoleh surat keterangan dari PN Jaksel. Dari keterangan di sidang, Anggit minta surat keterangan tersebut dengan itikad baik untuk memastikan apakah dirinya memiliki status hukum yang bisa menghalangi pencalonannya atau tidak.  

Ahli dari pihak terkait, Dr. Zainal Arifin Mochtar, menilai langkah Anggit mengajukan surat keterangan ke PN Jaksel bukanlah manipulasi atau penyembunyian fakta. Sebab, Anggit disebutnya minta surat itu bukan untuk menipu atau mengelabui pihak mana pun.
 
"Melainkan untuk memastikan status hukumnya. Jika saat itu PN menerbitkan surat yang menyatakan dia tidak pernah dipidana, maka secara administratif, dokumen itu sah,” jelas Zainal.  

Hal senada disampaikan ahli lainnya Dr. Feri Amsari. Dia menjelaskan dalam hukum administrasi, ada asas presumption of validity. Artinya, dokumen yang diterbitkan oleh lembaga resmi harus dianggap sah sampai ada pembatalan resmi. 

Dijelaskan Feri, dalam prosesnya Anggit minta surat tersebut secara resmi, mengikuti prosedur. Lalu, mendapat dokumen yang menyatakan dia tak pernah dipidana. 

"Tidak ada unsur tipu muslihat di sini. Jika kemudian surat itu dianulir oleh PN setelah pencalonan berlangsung, itu lebih merupakan kesalahan administrasi, bukan pelanggaran pidana,” ujar Feri.  

Kemudian, ahli dari pihak termohon, Dr. Khairul Fahmi mengatakan klarifikasi terhadap dokumen pencalonan hanya bisa dilakukan jika ada indikasi kuat yang menunjukkan ketidaksesuaian. 

“Jika sebuah dokumen diterbitkan oleh lembaga yang berwenang dan dianggap sah pada saat itu, maka KPU tidak memiliki kewajiban untuk melakukan klarifikasi tambahan. Ini sesuai dengan Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Pilkada yang menyebutkan bahwa klarifikasi hanya dilakukan jika diperlukan,” jelasnya.  

Ahli lainnya dari termohon, Dr. Otong Rosadi, bilang sistem informasi pencalonan (Silon) yang dipakai KPU bisa membantu memastikan keabsahan dokumen administrasi. 

“Pada saat pencalonan, surat keterangan dari PN Jakarta Selatan masih berlaku dan tidak ada indikasi manipulasi dalam pengajuannya. Jika terjadi perubahan status setelah pencalonan, itu bukan tanggung jawab calon, melainkan instansi penerbit dokumen,” ujar Otong.  

Salah satu poin yang jadi sorotan dalam persidangan adalah laporan dari masyarakat yang diterima KPU Pasaman pada 21 September 2024. Dari laporan itu, menyatakan Anggit Kurniawan Nasution memiliki riwayat hukum. 

Namun, dalam keterangan ahli, disebutkan bahwa laporan tersebut baru muncul setelah proses pendaftaran ditutup, sehingga tidak dapat dijadikan dasar untuk membatalkan pencalonan.  

Kuasa hukum pemohon sempat mempertanyakan mengapa KPU tidak melakukan klarifikasi lebih lanjut setelah menerima laporan tersebut. 

Namun, ahli dari termohon menjelaskan bahwa sesuai dengan PKPU Nomor 8 Tahun 2024, KPU hanya bisa melakukan klarifikasi dalam batas waktu yang telah ditentukan. Dalam hal ini, masa klarifikasi sudah berakhir sebelum laporan diterima.  

Perdebatan antara pihak termohon dan pemohon mewarnai sidang yang berlangsung hampir lima jam itu.

Hakim Ketua Suhartoyo yang memimpin sidang mengatakan majelis hakim akan mempertimbangkan seluruh keterangan saksi, ahli, dan bukti yang diajukan sebelum membacakan putusan. 

“Mahkamah akan menelaah setiap aspek hukum yang telah disampaikan dalam sidang ini, dan putusan akan diambil berdasarkan prinsip keadilan,” ujar Suhartoyo.
 

Halaman Selanjutnya

Hal senada disampaikan ahli lainnya Dr. Feri Amsari. Dia menjelaskan dalam hukum administrasi, ada asas presumption of validity. Artinya, dokumen yang diterbitkan oleh lembaga resmi harus dianggap sah sampai ada pembatalan resmi. 

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |